Depok (ANTARA) - Direktur Utama Pusat Kanker Nasional Rumah Sakit Kanker Dharmais dr Soeko Werdi Nindito D., MARS., mengatakan perawat spesialis onkologi dibutuhkan salah satunya guna membantu memberikan edukasi pada pasien kanker terkait penyakitnya.

"Bagaimana bisa mengedukasi pasien supaya bisa paham penyakitnya. Kanker itu paling rumit, mulai dari diagnostik sampai ke tatalaksana itu membuat pasien dobel-dobel stres," kata dia dalam sesi inspirasional keperawatan onkologi bertajuk "Oncology Nursing in Indonesia: How It Is Evolving and What Does The Future Hold?" di Kampus UI, Depok, Rabu.

Di sisi lain, perawat juga berperan melakukan penilaian terkait kondisi fisik dan psikologis pasien, kemudian merencanakan keperawatan hingga berkolaborasi dengan profesi-profesi kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Baca juga: Kemenkes akselerasi tenaga perawat onkologi lewat program studi

Ini, sambung Soeko, karena merekalah yang sering bertemu pasien dan melihat perkembangan pasien setiap saat. Kemudian, terkait kebutuhan jumlah perawat spesialis onkologi, Soeko mengatakan bahwa umumnya dibutuhkan satu perawat untuk 20 - 30 pasien.

Tak hanya soal edukasi penyakit, dalam acara yang sama, Ketua Himpunan Perawat Onkologi Indonesia DR. Kemala Rita W.,SKp.,Sp.,Kep.,ETN.,MARS mengatakan perawat juga memiliki peranan memberikan pemahaman pada pasien terkait terapi yang harus dia jalani semisal kemoterapi, persiapan hingga prosesnya.

"Belum lagi pasien cemas. Misalnya pasien didiagnosis kanker payudara stadium tiga, itu sudah dunia rasanya mau runtuh. Setelah itu dikemoterapi, dia semakin down," kata dia.

Peran lainnya yang juga diemban perawat yakni memberikan asuhan penatalaksanaan psikologis dan perawatan luka kanker. Menurut Rita, sebanyak 20 persen pasien yang berobat memiliki luka kanker yang berbau sehingga perawatan luka diperlukan untuk menghilangkan bau dan memperbaiki harga diri pasien.

Baca juga: Kemenkes upayakan percepatan ketersediaan perawat onkologi

"Harga diri pasien jadi lebih baik, tidak berdarah, tidak ada bau, itu masalah utama pasien kanker yang membuat dia minder, isolasi sosial. Luka paling banyak itu luka kanker payudara," jelas Rita.

Sementara itu, demi menguatkan kompetensi tenaga perawat onkologi, sejumlah pihak yakni Pusat Kanker Nasional Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) dan Roche Indonesia sejak tahun 2021 melakukan kemitraan.

Merujuk data pada Agustus lalu, kemitraan ini menghasilkan 125 perawat besertifikat keperawatan onkologi dasar dan 25 pelatih besertifikat ToT Basic Oncology Nursing Training, serta 56 orang perawat penerima beasiswa spesialis keperawatan onkologi.

Kemitraan tersebut lalu diperluas dengan melibatkan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada untuk membuka program studi spesialis keperawatan onkologi di UGM pada tahun depan.

Baca juga: Peningkatan kapasitas perawat onkologi untuk tangani kanker lebih baik

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023