angka kelahiran kita sudah baik, dimana rata-rata perempuan Indonesia melahirkan 2 orang anak
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus memperkuat para penyuluh Keluarga Berencana (KB) agar mampu menciptakan keluarga berkualitas dalam rangka percepatan penurunan stunting.

"Keluarga merupakan institusi terkecil di masyarakat dan perlu perhatian khusus agar menjadi berkualitas. Untuk itu, perlu diperhatikan aspek pemenuhan gizi agar tidak menjadi (atau melahirkan) anak yang stunting," kata Deputi bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Teguh menyatakan hal itu mewakili Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada lokakarya Komunikasi Antar Personal Pendampingan Calon Pengantin bagi penyuluh KB di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (5/12).

Ia juga menekankan bahwa penyuluh KB berperan penting mendidik keluarga dalam membina karakter anak agar menjadi santun dan memiliki daya juang tinggi di tengah masyarakat.

Lokakarya ini juga melibatkan para aparatur sipil negara (ASN), karena ASN berpengaruh besar dalam meningkatkan kemampuan para penyuluh KB, sehingga harus memiliki kompetensi dan kemampuan riil yang dapat diukur.

"Sebentar lagi kita akan masuk di tahun 2024, yang sekaligus menjadi akhir pembangunan jangka menengah 2020-2024. Untuk itu, semua indikator kinerja yang disepakati dan dimandatkan oleh BKKBN, serta sudah disepakati bersama, harus tercapai dengan baik," ujar dia.

Baca juga: Pakar UI: Angka "unmet need" jadi tantangan program keluarga berencana
Baca juga: BKKBN layani kebutuhan KB 5,6 juta pasangan usia subur di Jawa Tengah


Teguh memaparkan, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih perlu ditingkatkan. Di tahun 2020, IPM tercatat 72,01 dan meningkat 74,39 pada tahun 2023. Namun, rata-rata lama sekolah pada tahun 2023 baru 8,77 tahun, serta prevalensi stunting masih di angka 21,6 persen dan harus diturunkan menjadi 14 persen di tahun 2024.

"Maka di sinilah peran keluarga menjadi sangat penting. Bersamaan dengan itu, peluang bonus demografi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan sumber daya manusia," tuturnya.

Menurutnya, peningkatan sumber daya manusia tersebut dapat diukur dari angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR), dan angka kebutuhan kontrasepsi atau KB yang tidak terpenuhi atau unmet need.

"Tahun 2022, TFR nasional sudah 2,14, jadi angka kelahiran kita sudah baik, dimana rata-rata perempuan Indonesia melahirkan 2 orang anak (dalam masa reproduksinya). Yang kedua, kita masih harus berjuang keras, karena keikutsertaan ber-KB yang ada secara nasional, saat ini belum mencapai sasaran yang diinginkan, kurang lebih (targetnya) 63-an untuk 2024," tuturnya.

Baca juga: Wapres minta pemda fokus kawal target 'zero' stunting pada 2030
Baca juga: Menko PMK: Penanganan stunting di Indonesia mencapai 18 persen


Saat ini, lanjut dia, keikutsertaan ber-KB masih di angka 60, sehingga hal ini masih menjadi catatan untuk terus ditingkatkan. Selain itu, kebutuhan ber-KB pada perempuan yang tidak terlayani juga masih tinggi, dari target 7,7, saat ini masih di angka 11,5.

"Kita masih berusaha terus untuk menurunkan ini, termasuk di dalamnya meningkatkan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan lain sebagainya, ini harus sukses pada tahun 2024, tugas pertama itu yang dipertaruhkan," kata dia.

Teguh menyatakan optimis, dengan penyuluh KB yang aktif dan terus berjuang maksimal pada tahun 2024, maka indikator kinerja utama di setiap pemerintah daerah bisa tercapai dengan sukses.

Baca juga: BKKBN-Apindo kolaborasi sediakan layanan KB gratis di perusahaan 
Baca juga: BKKBN: Tingkat pendidikan jadi tantangan penggunaan kontrasepsi modern
Baca juga: Kepala BKKBN: Perlu ada diagnosis "unmet need" yang terukur jelas 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023