Makassar (ANTARA) — Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) bersama dengan The United Nations Office for Project Services (UNOPS) kembali menggelar Wind Power Technical Working Group (TWG) sebagai wujud upaya bersama untuk mendorong pemanfaatan energi angin di Indonesia.

Koordinator Kerja Sama dan Investasi Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Praptono Adi mengatakan, Indonesia harus memaksimalkan pemanfaatan potensi energi anginnya untuk mencapai 94 GW kapasitas terpasang pada tahun 2060 sebagai bagian dari strategi nasional dalam upaya mencapai nol emisi karbon. 

“Kita berharap pertemuan ini dapat mengumpulkan masukan rancangan peta jalan angin darat yang bisa beradaptasi dan responsif terhadap kebutuhan sektor energi angin yang terus berkembang,” tuturnya saat membuka gelaran TWG II pada Kamis pekan lalu (5/10).

Lebih lanjut, Ia menegaskan pentingnya kegiatan ini sebagai kesempatan berbagi pengetahuan secara kolaboratif serta upaya bersama di antara para pemangku kepentingan untuk membahas bersama solusi terbaik menghadapi tantangan pengembangan energi angin di Indonesia.

Dalam diskusi tentang Progress Peta Jalan Energi Angin Darat 2023-2030, hasil studi Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE) dan Pondera menyebutkan tantangan utama dalam pengembangan energi angin Indonesia berkaitan dengan data sumber daya angin, kapasitas industri dan infrastruktur pendukung.

Data sumber daya angin yang dapat diakses secara terbuka dan dapat diandalkan dirasa masih sangat kurang. Saat ini berlangsung beberapa praktik pengumpulan data yang tidak efisien. Salah satu solusi yang dibahas adalah agar Pemerintah melakukan pra-pembiayaan pengukuran angin ini dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran negara dan kemudian membebankan biaya pengukuran kepada pemenang tender proyek PLTB. 

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030, terdapat kekosongan dalam kuota energi angin untuk periode 2027-2030. Selain itu, alokasi energi angin dalam RUPTL hanya 597 MW hingga 2026. Untuk mengatasi kekosongan ini, sangat penting untuk menambah kuota energi angin dalam RUPTL di tahun-tahun mendatang untuk merangsang investasi dan upaya penelitian dan pengembangan di sektor ini. Selanjutnya, pertumbuhan kapasitas industri energi angin juga dapat terpicu.

Sementara itu, upaya untuk meningkatkan infrastruktur pendukung yang ada untuk energi angin disorot oleh Muhammad Fathahillah, Country Coordinator Southeast Asia Energy Transition Partnership (ETP). ETP adalah kemitraan multi-donor yang berupaya mempercepat transisi energi berkelanjutan di Asia Tenggara, untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan menjamin keamanan energi. 

Dia menekankan kemajuan kerja sama ETP dengan PLN dalam mendirikan Pusat Kontrol SCADA / EMS Utama dan Pusat Kontrol Pemulihan Bencana untuk BUMN tersebut. Pengoperasian fasilitas ini yang diantisipasi pada awal 2025 berpotensi meningkatkan integrasi sumber energi terbarukan variabel seperti angin di seluruh Indonesia, khususnya dalam sistem Jawa-Madura-Bali.

Sebagai rangkaian kegiatan TWG 2, dilakukan pula kunjungan lapangan ke PLTP Sidrap. Kunjungan lapangan ini diharapkan menjadi kesempatan berbagi pengalaman UPC Renewables Indonesia dalam melaksanakan pengembangan PLTB Sidrap.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023