Mengingat tubuh paus sperma mulai membusuk, maka tidak dilakukan nekropsi pada organ bagian dalam paus tersebut
Badung (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali tidak melakukan nekropsi atau pembedahan bagian dalam terhadap ikan paus sperma (physeter macrocephalus) yang ditemukan dalam kondisi telah mati di Pantai Legian, Kuta, Bali, Kamis.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali Dr. R. Agus Budi Santosa mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, paus tersebut merupakan jenis paus sperma (physeter macrocephalus) berjenis kelamin betina berukuran panjang 10,6 meter dan lebar tubuh bagian tengah 2,25 meter ini diperkirakan telah mati lebih dari tiga hari.

"Mengingat tubuh paus sperma mulai membusuk, maka tidak dilakukan nekropsi pada organ bagian dalam paus tersebut. Dokter hewan yang bertugas hanya melakukan pengambilan sampel pada bagian sirip guna pemeriksaan lebih lanjut melalui uji laboratorium," kata Agus.

Paus pertama kali ditemukan warga pada Kamis pukul 14:00 WITA. Petugas BKSDA Bali pun telah melakukan konfirmasi kebenaran laporan tersebut kepada Lurah Legian Putu Eka Martini.

Petugas Resort BKSDA Badung bersama dokter hewan Yayasan JSI dan Yayasan Bali Bersih kemudian segera dikerahkan untuk menuju lokasi guna melakukan pemeriksaan dan upaya evakuasi.

Baca juga: DKP NTT: Hiu paus terdampar di Larantuka dilepaskan kembali ke laut
Baca juga: KKP: Ikan paus mati di perairan Raja Ampat berjenis "pilot whale"


Agus mengatakan upaya penguburan terhadap bangkai paus segera dilakukan guna menghindari penyebaran penyakit kepada manusia mengingat kondisinya yang mulai membusuk.

Evakuasi dan penguburan bangkai paus sperma dilakukan bersama-sama dengan masyarakat sekitar, Pemda Badung, DLHK Kabupaten Badung, aparat dari Kelurahan Legian, Life Guard Balawista, Babinkamtibmas, Polairud Polda Bali.

Paus sperma merupakan mamalia yang dilindungi Undang-Undang berdasarkan Permen LHK No. P. 106/MENLHL/SETJEN/KUM.1/12/2016.

Agus mengatakan penyebab paus terdampar diketahui dapat disebabkan oleh faktor alamiah seperti penyakit, navigasi yang salah, atau gangguan lingkungan laut.

"Faktor manusia seperti perubahan iklim, polusi, dan kebisingan juga dapat berkontribusi," katanya.

Oleh karena itu, petugas BKSDA Bali meminta agar area sekitar pantai dijaga dengan baik untuk mencegah gangguan yang dapat merugikan paus atau menghambat upaya penyelamatan.

Baca juga: BKDSA selidiki penyebab kematian ikan paus di Pantai Tidore
Baca juga: KKP tangani sisa bangkai paus sperma terdampar di NTT

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023