Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) mengingatkan agar jangan sampai sentimen soal Hamas di Palestina dapat merusak solidaritas di Indonesia.

"Jangan dicampur aduk dan dirusak solidaritas kemanusiaan kita dengan sentimen soal Hamas," kata Gus Fahrur dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal itu disampaikan Gus Fahrur menanggapi pernyataan Direktur Center for Uyghur Studies (CUS) Abdulhakim Idris yang dianggap memojokkan Hamas melalui beberapa artikelnya.

Akibatnya, Hamas dicap sebagai teroris oleh sebagian pihak dan mengaitkannya dengan aksi bela Palestina di Indonesia.

Gus Fahrur menjelaskan pembelaan Hamas hanya sebagai kelompok teroris merupakan hal yang rumit. Komunitas internasional, yang diwakili oleh badan-badan internasional, memang berupaya mengobjektifikasi dan menguraikan definisi terorisme secara ketat, tapi klasifikasinya masih sumir.

"PBB beserta Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, Paraguay, Organisasi Negara-Negara Amerika, dan Mesir memasukkan Hamas ke daftar organisasi teroris. Sementara negara-negara lain, seperti Swiss, Norwegia, Rusia, Brasil, Turki, dan Cina tidak memasukkannya," jelasnya.

Ia melanjutkan adanya labelisasi di Palestina merupakan persoalan lama antara Hamas dan Fatah. Ia pun berharap perbedaan sikap itu dapat bersatu untuk kemerdekaan Palestina.

"Namun, terlepas dari kontroversi Hamas dan Fatah, penindasan Israel atas Palestina harus dihentikan, kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh dilakukan,” katanya menegaskan.

Bahkan, kata dia, PBNU menyatakan sikap kepada Palestina adalah soal kemanusiaan. Pihaknya fokus kepada tragedi kemanusiaan saja dan satu kata dengan pemerintah untuk menolak penjajahan Israel atas bangsa Palestina.

Sebelumnya, aksi bela Palestina di Indonesia masif digelar. MUI juga menyerahkan bantuan kemanusiaan untuk Palestina sebesar Rp25 miliar, sebanyak Rp2 miliar di antaranya dari penggalangan donasi saat aksi Bela Palestina di Monas pada 5 November 2023.

Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023