Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, I Wayan Pasek Suartha mengatakan, eksekusi terpidana mati kasus Bom Bali I Amrozy dan Ali Gufron alias Muklas pada 22 Agustus mendatang masih merupakan rencana. "Kalau nanti tanggal 21 Agustus, mereka mengajukan PK (Peninjauan Kembali-Red) tentu kita undur eksekusinya," kata Kapuspenkum di Jakarta, Selasa malam. Sebelumnya diberitakan bahwa pada hari ini Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali telah menyerahkan surat rencana eksekusi mati dua terpidana mati, Amrozy dan Ali Guhfron, ke keluarganya di Desa Solokuro, Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Lamongan, Jatim. Dalam surat yang diserahkan Kasipidum Kejari Lamongan Nugroho Priyo Susetyo (mewakili Kejari Denpasar) itu, disebutkan rencana eksekusi terhadap terpidana mati yang terlibat peristiwa bom Bali I yang dilakukan Amrozy, Ali Gufron dan Imam Samudra akan dilaksanakan pada 22 Agustus, dengan catatan pihak keluarga tidak mengajukan peninjauan kembali (PK). Menurut Kapuspenkum Pasek Suartha, pihaknya memang merencanakan pelaksanaan eksekusi mati bagi para terpidana mati kasus Bom Bali I, untuk dilaksanakan pada 22 Agustus mendatang. "Kita masih menunggu sikap mereka baik dari keluarga atau pengacaranya. Mereka belum menggunakan upaya hukum luar biasa," kata Kapuspenkum. Amrozy, Ali Gufron alias Muklas dan Imam Samudera dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana terorisme pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Putusan PN Denpasar itu telah dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Bali dan Mahkamah Agung. Tiga terpidana mati itu sempat menjalani penahanan di LP Kerobokan, Denpasar, Bali namun pada Oktober 2005 ketiganya dipindahkan ke LP Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah dan menunggu pelaksanaan eksekusi mati di tempat itu. Kejaksaan telah mengantungi izin dari Departemen Hukum dan HAM untuk melaksanakan eksekusi mati ketiganya di wilayah Cilacap, Jawa Tengah dengan pertimbangan efisiensi dan keamanan. Pelaksanaan eksekusi ketiganya belum dilaksanakan karena baik Amrozy, Ali Gufron maupun Imam Samudra hingga kini menolak pengajuan grasi dan belum menentukan sikap untuk pengajuan PK yang merupakan upaya hukum luar biasa. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006