Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri (Deplu) Indonesia menyebutkan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang diyakini tewas dalam serangan rudal Israel ke Libanon adalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sukabumi, Jawa Barat, yang bekerja pada sebuah keluarga berkebangsaan Kuwait dan tengah ikut majikannya berlibur di Libanon. Hal itu diungkapkan Jurubicara Deplu RI, Desra Percaya, di Kuala Lumpur, Malaysia, ketika dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Selasa malam. Desra mengatakan Deplu RI telah memerintahkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut, Libanon, untuk mencari jasad WNI itu dengan juga berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Kuwait di Libanon. Desra menyebut nama TKW yang tewas itu dengan inisial SM binti MB, sementara sebelumnya Dirjen Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans I Gusti Made Arka telah menyatakan TKW yang diperkirakan tewas di Libanon bernama Siti Maemunah binti Muhtar Bisri. Jubir Deplu itu mengungkapkan berita kematian Siti Maemunah yang lahir pada 1982 itu didapat dari seorang warga negara Kuwait yang memperkerjakan Siti sejak Januari 2006. Warga negara Kuwait yang berinisial HAAN itu, ujar Desra, pada Minggu, 23 Juli 2006 mendatangani KBRI di Kuwait dan menyampaikan bahwa sembilan anggota keluarganya beserta satu orang Pembantu Rumah Tangga (PRT) asal Indonesia telah menjadi korban serangan Israel ke Libanon 13 Juli 2006. Musibah itu dialami mereka ketika sedang berlibur ke Libanon di wilayah Ba Seleh Qodo Sur. Menurut warga negara Kuwait itu, sebanyak delapan orang telah ditemukan jasadnya, namun jasad satu anggota keluarganya dan satu WNI yang diperkirakan tewas belum ditemukan. "Jadi dua orang, termasuk di antaranya WNI atau PRT diperkirakan tewas. Namun, belum ditemukan jasadnya dan masih dalam pencarian," kata Desra. Terkait dengan hal itu, ia menjelaskan, Deplu sudah menginstruksikan kepada KBRI di Beirut untuk melacak dan mengindentifikasi korban yang kuat diperkirakan sebagai WNI tersebut. "Kami juga memerintahkan KBRI di Beirut untuk berkoordinasi dengan Kedubes Kuwait di Libanon mengingat situasi Lebanon pada saat ini tidak mudah bagi staf KBRI untuk mengetahui secara tepat keberadaan WNI itu," ujar Desra. Ia juga menuturkan para WNI yang berada di Libanon juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses komunikasi karena situasi keamanan akibat serangan Israel yang membabibuta ke segala penjuru. Saat ini, staf KBRI yang masih bertahan di Libanon terdiri atas satu diplomat dan dua staf lokal. Sementara, beberapa staf lainnya termasuk Duta Besar Abdullah Syarwani beserta puluhan WNI yang berdomisili di Libanon telah dievakuasi ke Suriah akibat situasi keamanan yang semakin tidak kondusif di Libanon. Menurut Jubir Deplu, KBRI di Beirut telah melakukan berbagai upaya, baik melalui televisi, suratkabar, maupun radio, untuk mengontak para WNI lainnya di Libanon agar menghubungi KBRI guna segera dievakuasi keluar dari wilayah Libanon. Di Jakarta, kata Desra, Deplu telah menghubungi keluarga Siti yang beralamat di Sukabumi, Jawa Barat. "Kami sudah memberitahukan kepada keluarga tentang berita tersebut dan saat ini masih diupayakan identifikasi terhadap korban. Kami juga meminta bantuan keluarga untuk memberikan ciri-ciri fisik dan identitas lainnya guna mempermudah pencarian korban," jelas Desra. Ia juga mengatakan Deplu RI telah meminta KBRI di Kuwait untuk memastikan jaminan atas hak-hak Siti yang dilaporkan telah bekerja pada majikannya sejak Januari 2006. Desra kembali mengulang sikap Indonesia yang mengutuk pembunuhan yang dilakukan Israel secara tidak pandang bulu. Sementara itu, di Kuala Lumpur, para menteri luar negeri 10 negara anggota ASEAN yang sedang bersidang juga bersepakat saling memberikan bantuan perlindungan bagi para warga negara anggota ASEAN di Libanon yang dikhawatirkan menjadi korban serangan Israel ke negeri tersebut. Sementara itu, Desra menyayangkan informasi yang disampaikan oleh sebuah LSM Indonesia, Migrant Care, yang menyatakan bahwa terdapat puluhan ribu TKI di Libanon yang belum diketahui nasibnya. "Semestinya, mereka tidak semudah itu menyebut angka seperti itu, karena mereka juga tidak punya cara untuk mengklarifikasi jumlah WNI di sana," ujarnya. Sejak awal, ujar Desra, pihak pemerintah telah konsisten menyebut bahwa jumlah WNI yang berada di Libanon sekitar 75 orang. "Jadi saran kami, kalau ada yang punya data, tolong disampaikan juga kepada Deplu karena kita punya kepentingan yang sama untuk memberikan perlindungan kepada warga negara," demikian Desra.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006