Berdasarkan penelitian, produk tembakau alternatif memiliki paparan risiko yang jauh lebih rendah secara signifikan daripada rokok
Jakarta (ANTARA) - Pakar menilai produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin memiliki potensi besar untuk membantu menurunkan prevalensi merokok secara global karena menerapkan pendekatan pengurangan bahaya tembakau.
 
Koordinator Corporación Acción Técnica Social Kolombia, platform layanan pengurangan bahaya tembakau Maria Alejandra Medina mengatakan produk tembakau alternatif adalah suatu pendekatan inovatif bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaan merokok.
 
"Berdasarkan penelitian, produk tembakau alternatif memiliki paparan risiko yang jauh lebih rendah secara signifikan daripada rokok serta dinilai lebih efektif daripada terapi pengganti nikotin," kata Maria dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
 
Pemerintah, kata Maria, utamanya otoritas kesehatan nasional, perlu mempertimbangkan potensi produk tembakau alternatif sebagai upaya menekan prevalensi merokok.
 
Sebagai langkah awal untuk mengurangi prevalensi merokok, Maria menilai pemerintah dan otoritas terkait perlu lebih progresif dalam menerima kajian-kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif ketimbang menutup diri.

Baca juga: IDAI: Keluarga berperan penting dalam menghentikan kebiasaan merokok

Baca juga: WHO: Ruangan khusus merokok tak cerminkan pariwisata berkelanjutan


Sebab, produk ini telah terbukti mampu menurunkan potensi risiko kesehatan yang berkaitan dengan kebiasaan merokok.
 
"Kebijakan pengendalian tembakau dengan program berhenti merokok terbukti kurang efektif untuk diterapkan di kalangan perokok dewasa. Oleh karena itu, kita harus memberikan lebih banyak perhatian pada produk inovatif yang menerapkan pengurangan bahaya tembakau," ucap Maria.
 
Senada dengan hal tersebut, dokter dan mantan Ketua Asosiasi Medis Dunia Anders Milton juga mengatakan pemanfaatan produk tembakau alternatif secara maksimal telah menuai keberhasilan di Swedia.
 
Terbukti, sambungnya, negara dengan tingkat merokok terendah di Uni Eropa tersebut, hampir mencapai status “bebas asap”, di mana jumlah perokok hariannya hanya tinggal sekitar lima persen dari total jumlah penduduk.
 
"Saat ini, negara tersebut juga menjadi studi kasus di dunia terkait pengendalian tembakau karena dapat mengurangi angka kanker paru-paru dan penyakit lain yang berhubungan dengan konsumsi merokok," ujar Anders.
 
Di Indonesia sendiri, kata Ketua Umum Asosiasi Vaporizer Bali (AVB), I Gde Agus Mahartika, masyarakat, khususnya perokok dewasa, harus diberikan sosialisasi terkait profil risiko dan pemanfaatan produk tembakau alternatif. Alasannya, produk ini kerap diinformasikan sama berbahayanya dengan rokok.
 
"Produk tembakau alternatif memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok berdasarkan penelitian di dalam maupun luar negeri. Asosiasi pelaku usaha berharap pemerintah dapat mendukung penelitian lebih lanjut agar perokok dewasa dapat memanfaatkan produk tersebut dengan lebih maksimal," tutur Agus.

Baca juga: PDPI: Bahaya rokok elektonik sama dengan rokok konvensional

Baca juga: 14 organisasi kesehatan dukung aturan pengendali zat adiktif tembakau

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023