PBB/Kairo/Gaza (ANTARA) - Israel menghadapi isolasi diplomatik yang semakin besar dalam perangnya melawan Hamas ketika PBB menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.

Presiden AS Joe Biden mengatakan kepada negara sekutunya itu bahwa pemboman "tanpa pandang bulu" terhadap warga sipil telah merugikan dukungan internasional.

Setelah peringatan terhadap kondisi mengerikan dari para pejabat PBB mengenai krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang pada Selasa (12/12) mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata dan tiga perempat negara anggota memberikan suara mendukungnya.

"Harga yang harus dibayar dari mengalahkan Hamas bukanlah penderitaan yang terus-menerus bagi seluruh warga sipil Palestina," kata para pemimpin Kanada, Australia dan Selandia Baru dalam pernyataan bersama yang menyerukan gencatan senjata.

Otoritas Palestina menyambut baik resolusi tersebut dan mendesak negara-negara lain untuk menekan Israel agar mematuhinya.

Seorang pejabat Hamas di pengasingan, Izzat El-Reshiq, dalam sebuah pernyataan di Telegram menggemakan reaksi tersebut, dengan mengatakan: " Israel harus "menghentikan agresi, genosida, dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami."

AS dan Israel, yang berpendapat bahwa gencatan senjata hanya menguntungkan Hamas, menentang tindakan resolusi gencatan senjata tersebut bersama dengan delapan negara lainnya.

Sebelum pemungutan suara di PBB, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan: "Gencatan senjata berarti satu hal dan satu hal saja – memastikan kelangsungan hidup Hamas, memastikan kelangsungan hidup teroris genosida yang berkomitmen untuk memusnahkan Israel dan Yahudi."

Sedangkan sebelum resolusi tersebut, Biden mendaku Israel kini mendapat dukungan dari "sebagian besar dunia" termasuk AS dan Uni Eropa untuk perjuangannya melawan kelompok militan Palestina Hamas.

"Namun, mereka mulai kehilangan dukungan karena pemboman tanpa pandang bulu yang terjadi," katanya pada acara donor kampanye di Washington.

Sebagai tanda perpecahan yang paling jelas di antara para pemimpin kedua negara itu, Biden juga mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu perlu mengubah pemerintahan garis kerasnya dan bahwa pada akhirnya Israel "tidak bisa mengatakan tidak" terhadap negara Palestina yang merdeka – sesuatu yang ditentang oleh kelompok garis keras Israel.

Serangan Israel di Gaza untuk membasmi Hamas menewaskan sedikitnya 18.205 warga Palestina termasuk banyak anak-anak dan melukai hampir 50.000 orang sejak 7 Oktober, menurut kementerian kesehatan Gaza.

Konflik tersebut juga menyebabkan bencana kelaparan dan membuat 85 persen penduduk terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan menyebabkan penyebaran penyakit, menurut PBB dan kementerian kesehatan Gaza.

Israel melancarkan serangan gencar setelah serangan lintas batas oleh pejuang Hamas yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang di Israel selatan pada 7 Oktober.

Resolusi PBB tersebut tidak mengikat tetapi mempunyai bobot politik serta mencerminkan pandangan global mengenai perang di Gaza.

Amerika Serikat memveto seruan serupa di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara pekan lalu, tetapi AS tidak memiliki hak veto di Majelis Umum PBB.

Resolusi pada Selasa itu mendapat 153 suara mendukung, 10 menentang dan 23 abstain.

Sebagai indikasi melemahnya dukungan terhadap Israel, resolusi tersebut disahkan dengan selisih yang lebih besar dibandingkan resolusi serupa di PBB pada Oktober, yang mendapat 121 suara mendukung, 14 menolak, dan 44 abstain.

Sumber: Reuters
Baca juga: Majelis Umum PBB adopsi rancangan resolusi gencatan senjata di Gaza
Baca juga: Meski diveto AS, China minta DK PBB tak setop tanggung jawab atas Gaza
Baca juga: Sekjen PBB anggap kredibilitas Dewan Keamanan sudah rusak

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023