Jakarta (ANTARA) - Indonesia membukukan surplus neraca perdagangan sebesar 2,41 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.493) pada November 2023, menandai surplus selama 43 bulan secara berturut-turut atau sejak Mei 2020.

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai surplus bulan lalu lebih kecil dibandingkan angka Oktober tahun ini sebesar 3,48 miliar dolar AS dan dibandingkan November 2022 yang mencapai 5,1 miliar dolar AS. Penurunan ini dipengaruhi oleh nilai ekspor yang menurun sementara nilai impor meningkat.

Nilai ekspor pada November lalu mencapai sebesar 22 miliar dolar AS, turun tipis 0,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya baik untuk komoditas minyak dan gas (migas) maupun nonmigas, terutama besi dan baja, nikel dan ampas sisa industri makanan. Secara tahunan, nilai ekspor turun 8,6 persen.

Seorang ekonom dari Bank Danamon, Irman Faiz, mengatakan bahwa penurunan ekspor Indonesia secara tahunan disebabkan oleh penurunan harga komoditas pertambangan khususnya batu bara. Faktor-faktor lainnya yaitu permintaan global yang lemah menyebabkan ekspor produk manufaktur menurun.

Sementara itu, salah satu penyebab meningkatnya nilai impor adalah karena peningkatan permintaan domestik menjelang Hari Raya Natal dan libur akhir tahun, terlihat dari impor barang konsumsi yang meningkat lebih dari 10 persen dan barang modal hampir 7 persen dalam satu bulan.

Irman memperkirakan surplus perdagangan Indonesia akan semakin berkurang di masa depan. "Oleh karena itu, kami mempertahankan perkiraan kami untuk defisit transaksi berjalan tahun ini sebesar 0,4 persen dari produk domestik bruto (PDB), dan mengantisipasi kenaikan PDB menjadi 1 persen untuk tahun depan," tulisnya dalam sebuah catatan setelah data BPS dirilis.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2023