Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan
Jakarta (ANTARA) - Profesor Emil Salim meminta generasi muda untuk berkontribusi signifikan dalam komitmen Indonesia menjalankan program mitigasi dan adaptasi dalam rangka menjaga keberlanjutan lingkungan melalui berkolaborasi dengan pemerintah, dunia usaha, dunia pendidikan, serta masyarakat sipil.

“Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan,” kata dia dalam kegiatan Indonesia Climate Change Forum 2023 yang diadakan Emil Salim Institute di Jakarta, Sabtu.

Pada 2045, Indonesia memasuki usia emas karena genap berusia 100 tahun. Generasi muda yang saat ini sedang mengenyam pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi akan menjadi pengambil keputusan strategis di berbagai level kepemimpinan dan berbagai sektor. Mereka menjadi generasi emas yang tengah dipersiapkan memimpin Indonesia Emas 2045.

“Indonesia harus dapat memastikan pada usia emas Indonesia Merdeka pada 2045, lingkungan di Indonesia masih berkualitas untuk dihuni generasi mendatang, meskipun terjadi perubahan iklim. Dengan demikian generasi saat ini harus total football untuk bergerak mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui kolaborasi dengan berbagai bidang keahlian dan sektor kegiatan,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Amelia Farina Salim menyampaikan fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan bertambahnya tingkat keparahan dan perluasan kejadian ekstrem sebagai akibat dari pemanasan global. Perubahan iklim yang terjadi saat ini dinilai merupakan suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Selain itu, pada masa mendatang, diprediksi bahwa fenomena perubahan iklim seperti gelombang panas, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, dan badai akan semakin meningkat frekuensinya dan semakin meluas seiring dengan berjalannya waktu. Dunia dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dan risiko perubahan iklim oleh berbagai sektor,” ungkap Amelia.

President Director Emil Salim Institute, E Kurniawan Padma menambahkan bahwa energi memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai penyebab perubahan iklim tersebut. International Energy Agency melaporkan bahwa pada tahun 2019, sektor energi menyumbang emisi GRK sekitar 37 GtCO2e (gigatonnes of CO2 equivalent) secara global.

Dari jumlah tersebut, pembakaran bahan bakar menghasilkan sebesar 34 GtCO2e atau 40 persen dari total emisi GRK di seluruh dunia. Gangguan terhadap sektor energi tersebut dinilai akan menurunkan tingkat ketahanan energi suatu negara.

“Di sisi lain, ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan perwujudan Sustainable Development Goals (SDG) Tujuan 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih untuk semua generasi baik saat ini maupun akan datang. Pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam setempat akan menciptakan ketahanan ekonomi melalui ketersediaan energi yang berkelanjutan,” ucap Kurniawan.


Baca juga: Airlangga: Generasi mendatang berhak menikmati lingkungan yang aman
Baca juga: Indonesia dinilai perlu perkuat kebijakan dukung investasi EBT
Baca juga: Setelah COP28 tegas membidik bahan bakar fosil


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023