Surabaya (ANTARA News) - Anggota Tim Ahli ITS Surabaya, Lily Pudjiastuti MT, menyatakan tanah eks lumpur panas di sumur eksplorasi milik Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo, Jatim, mengandung logam berat, sehingga tidak bisa ditanami tanpa proses rehabilitasi. "Kalau sekedar ditanami ya bisa saja, tapi kalau tanaman itu akan dikonsumsi manusia, maka tanah eks lumpur panas itu perlu direhabilitasi terlebih dulu sebelum dimanfaatkan lagi," ujarnya kepada ANTARA di Surabaya, Kamis. Menurut Sekretaris Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) di LPPM ITS Surabaya itu, tanah eks lumpur panas perlu direhabilitasi sebab memiliki kandungan logam berat, zat reaktif, dan zat yang tergolong Total Dissolved Solids (TDS) atau Total Bahan Terlarutkan. "Kalau tidak ada proses rehabilitasi terlebih dulu memang tidak akan kelihatan dampaknya dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang akan berdampak pada kesehatan manusia akibat akumulasi sejumlah zat yang ada tersebut," paparnya. Ditanya upaya rehabilitasi tanah atau lahan yang perlu dilakukan, ia mengatakan hal itu memerlukan proses penambahan zat kimia tertentu, namun hal itu tidak murah secara ekonomis, karena membutuhkan peralatan teknologi. "Kalau lumpur panas itu masuk ke dalam sumur warga, kami masih dapat mengelola secara mudah dan tidak mahal, tapi kalau mau dibuang ke sungai, atau yang sudah ada di tanah atau lahan eks lumpur, tentu memerlukan kajian lebih lanjut, terutama pengaruhnya kepada mikroorganisme di dalam tanah dan biota di dalam air," ungkapnya. Tentang kemungkinan pemanfaatan untuk batako atau batu bata, ia mengatakan hal itu juga perlu diuji, mengingat zat reaktif itu bila ada kontak dengan zat asam atau zat basa, maka dia akan mengeluarkan H2S yang juga akan berbahaya bila akumulatif. "Tapi, kita sebaiknya menunggu hasil ujicoba yang kini sedang dikaji Kantor KLH untuk pemanfaatan sebagai batako dan batu bata itu," tegas koordinator tim Studi Amdal Pengembangan/Eksploitasi Lapangan Gas Lapindo Brantas Inc yang belum menjalankan tugas saat proses eksplorasi. Senada dengan itu, hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Polri Cabang Surabaya juga menunjukkan lumpur panas dari semburan sumur di Porong mengandung logam berat berlebihan sehingga jika masuk ke tambak akan mematikan mikroorganisme. "Bahan lumpur yang terdeteksi Labfor itu mengandung gas H2S, metana yang berlebihan, clorida dan sulfat yang tinggi. Selain itu ditemukan juga senyawa karbon yang tinggi, dan jika lumpur masuk tambak dan sungai akan mematikan ekosistem didalamnya," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja di Mapolda Jatim (30/6). Bahkan, tegasnya, uji laboratoris juga menunjukkan adanya unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan lainnya yang cukup tinggi, seperti Mangan (Mg) dan Zeng (Zn). "Kami akan meneliti lebih jauh lagi, apakah bahan yang ditemukan labfor itu mengandung toksin (racun) terhadap manusia atau tidak. Kami juga menunggu temuan KLH dan tim PBB," tuturnya. Sementara itu, ahli pengeboran ITB Bandung Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS mengakui luapan lumpur itu bermula dari luapan air panas dari kedalaman 6.150 hingga 8.500 ft (feet/kaki) yang meluap ke permukaan tanah dengan menggerus pasir dan silt. "Gerusan itulah yang membuat luapan air panas itu berbentuk mirip lumpur dengan kandungan air yang dominan, panas mencapai 90 derajat celsius, dan terasa asin. Istilahnya, formasi saline," ungkapnya. Ketua Tim Investigasi Independen dari Kementerian ESDM itu menambahkan formasi lumpur panas yang meluber itu tidak akan merusak tanah dan tanaman dalam jangka panjang, bila lapisan lumpur dan air asin sudah dapat dihilangkan. (*)

Copyright © ANTARA 2006