(Cukai) minuman berpemanis dalam kemasan dan rokok bisa menjadi sumber pendanaan potensial yang bisa digunakan untuk kesehatan
Jakarta (ANTARA) -
Lead Researcher Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (CHEPS UI) Prof. Budi Hidayat menyampaikan bahwa cukai dari minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan rokok berpotensi untuk mendanai kebutuhan kesehatan di Indonesia.
 
"(Cukai) minuman berpemanis dalam kemasan dan rokok bisa menjadi sumber pendanaan potensial yang bisa digunakan untuk kesehatan," kata Budi dalam diskusi "Refleksi Dua Tahun Transformasi Kesehatan" di Jakarta, Senin.
 
Sebelumnya, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) juga menyebutkan bahwa penerapan cukai sebesar 20 persen bisa menurunkan konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 17,5 persen.
 
"Saat cukai MBDK dinaikkan 20 persen, konsumsi rumah tangga rata-rata menurun sebesar 17,5 persen, dan perubahan permintaan MBDK pada rumah tangga bisa menurun, karena terjadi substitusi peningkatan permintaan air mineral dalam kemasan," kata Ketua Riset dan Kebijakan CISDI Olivia Herlinda.

Baca juga: Ketua YLKI: 58 persen masyarakat dukung wacana pengenaan cukai MBDK

Baca juga: Cukai MBDK dinilai perlu seimbangkan dampak kesehatan dan ekonomi
 
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengatakan bahwa strategi baru dalam upaya pencegahan dan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia sangat diperlukan.
 
"Harga rokok di Indonesia masih tergolong murah, dan upaya untuk menaikkan harga tersebut melalui cukai dan pajak akan menjadi prioritas," kata Eva
 
Budi menjelaskan sistem pendanaan kesehatan, di mana pun itu, tidak ada yang benar-benar gratis, hanya mekanismenya saja yang mesti diatur, misalnya melalui penerapan cukai-cukai yang berpotensi tersebut.
 
Selain penerapan cukai, Budi juga menyebutkan bahwa beban penanganan diabetes pada jaminan kesehatan nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen, sekitar Rp1,7 triliun per tahun jika mulai mengalihkan terapi insulin dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKTRL) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
 
Studi yang dilakukan bersama CHEPS UI tersebut mendukung pilar transformasi kesehatan pada aspek layanan primer dan transformasi pembiayaan kesehatan.

Baca juga: Pakar: Seperti rokok, minuman berpemanis harus tulis dampak buruk gula

Baca juga: Koalisi Pangan Sehat Indonesia dorong cukai minuman berpemanis

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023