Jakarta (ANTARA) - Indonesia tengah menjajaki perjanjian bilateral dengan Pemerintah Taiwan terkait pelindungan awak kapal perikanan (AKP) migran yang bekerja di kapal ikan Taiwan.

Menurut Fadilla Octaviani selaku Direktur Operasional Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), sebuah lembaga pemikir independen yang berfokus pada tata kelola kelautan, perjanjian bilateral dengan Taiwan menjadi sangat penting karena banyak AKP migran Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan.

"Mereka banyak menjadi korban eksploitasi, perbudakan modern, dan berbagai pelanggaran hak asasi manusia lainnya," katanya.

Selain itu, perjanjian tersebut juga penting untuk mencari titik temu standar pelindungan yang seharusnya diberikan kepada para buruh kapal karena Indonesia dan Taiwan memiliki standar yang berbeda.

“UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyoroti zero cost (biaya nol), tetapi peraturan di Indonesia tak serta merta berlaku di Taiwan,” kata Fadilla dalam jumpa pers daring IOJI di Jakarta, Senin.

“Struktur pembiayaan itu ada biaya paspor, cek kesehatan. Itu siapa yang harus menanggung? Seharusnya yang membutuhkan tenaga kerja yang membayarkan, tetapi apabila ini tidak disepakati tidak akan bisa berlaku. Itulah mengapa zero cost ini tidak pernah berlaku (bagi AKP migran Indonesia),” sambung dia.

Setelah ada perjanjian, diharapkan akan ada kesepakatan tentang struktur pembiayaan, termasuk siapa yang akan menanggung biaya para AKP migran selama mereka menjalankan tugasnya di atas kapal.

Pada 2022, lembaga perikanan Taiwan atau Taiwan Fisheries Agency mencatat sebanyak 14.308 AKP migran bekerja di kapal ikan Taiwan yang beroperasi di luar wilayah teritorial Taiwan.

Dalam laporan yang sama, tercatat sebanyak 8.529 AKP migran Indonesia bekerja di wilayah teritorial Taiwan.

IOJI menyatakan banyaknya jumlah AKP migran asal Indonesia perlu diiringi dengan upaya untuk memberikan pelindungan dan pemenuhan hak-hak perburuhan dan HAM mereka di kapal ikan Taiwan.

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran sebagai turunan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Namun, IOJI mencatat berbagai hasil penelitian menemukan rentannya AKP migran Indonesia terhadap eksploitasi bahkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kapal ikan Taiwan yang beroperasi di ZEE dan laut bebas.

Arnon Hiborang, penyintas pelanggaran HAM terhadap AKP migran, berharap perjanjian tersebut dapat segera terealisasi guna melindungi hak-hak warga Indonesia yang bekerja di kapal ikan Taiwan.

Dikutip dari siaran pers IOJI pada 1 Desember 2023, Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menyatakan bahwa Kemenlu telah melakukan beberapa kali konsultasi dan pertemuan dengan Taiwan untuk membahas perjanjian terkait pelindungan AKP migran Indonesia.

Dari pertemuan tersebut, Judha menilai Taiwan memiliki respons yang positif.

Baca juga: Pemprov Jateng-IOJI kerja sama berdayakan awak kapal perikanan
Baca juga: Taiwan berharap indonesia tak larang kapal ikannya
Baca juga: TNI AL tangkap kapal ikan taiwan

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023