Jakarta (ANTARA) - Lembaga think-tank Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia dalam mendorong proses advokasi perlindungan nelayan atau awak kapal perikanan migran pada KTT ASEAN 2023 yang berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
 
"Pemerintah Indonesia perlu terus memanfaatkan Keketuaan ASEAN untuk memastikan pengadopsian oleh negara-negara anggota ASEAN beserta dokumen implementasinya," kata Manajer Program Akses Keadilan IOJI Jeremia Humolong Prasetya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
 
Pengadopsian Deklarasi Pelindungan Nelayan Migran oleh negara-negara anggota ASEAN menjadi sangat penting karena banyak awak kapal perikanan migran—yang berasal ataupun bekerja di wilayah Asia Tenggara dan di kapal-kapal negara lain di luar ASEAN—mengalami eksploitasi, perbudakan modern, bahkan menjadi korban perdagangan manusia.

Baca juga: IOJI dukung Kemenaker lindungi WNI dari praktik perbudakan kapal asing
 
Jeremia mengungkapkan bahwa ASEAN belum memiliki data akurat mengenai jumlah awak kapal perikanan migran lantaran banyaknya penempatan non-prosedural di sektor ini. Padahal, Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan asal terbesar dari awak kapal pekerja migran di seluruh dunia.
 
Pada 2022, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mencatat ada sekitar 125 ribu awak kapal perikanan yang bekerja pada kapal-kapal berbendera Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan berasal dari negara-negara Asia Tenggara.
 
"ASEAN memiliki nilai tawar tinggi untuk memastikan perlindungan yang lebih baik terhadap awak kapal perikanan migran pada industri perikanan tangkap global," ujar Jeremia.
 
Ia mengatakan bahwa Deklarasi Pelindungan Nelayan Migran akan menjadi instrumen ASEAN pertama yang mengatur mengenai perlindungan awak kapal perikanan migran.

Baca juga: IOJI: penangkapan ikan terukur istimewakan nelayan kecil
 
"Selama ini awak kapal perikanan migran belum dibahas secara khusus dalam forum-forum ASEAN," katanya.
 
Menurut dia, mekanisme kerja sama antara negara-negara anggota ASEAN dalam menangani kasus eksploitasi dan perdagangan manusia yang dialami oleh awak kapal perikanan migran asal Asia Tenggara juga belum ada.
 
Instrumen ASEAN yang saat ini berlaku, seperti Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak Pekerja Migran serta Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN masih berorientasi terhadap pekerja darat dan belum menjawab kerentanan awak kapal perikanan migran.

Baca juga: IOJI beri empat saran perbaikan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil
 
"Meskipun tidak mengikat secara hukum, deklarasi itu akan mendorong masuknya agenda perlindungan awak kapal perikanan migran dalam kebijakan dan mekanisme kerja sama ASEAN dan negara-negara anggota ASEAN terkait migrasi dan hak asasi manusia," kata Jeremia.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023