penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh nelayan kecil. Antara lain penampungan ikan (seperti cold storage), pelabuhan pendaratan ikan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), dan akses/jalan ke pelabuhan
Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian dan advokasi kelautan, Indonesia Ocean Justice Initiave (IOJI) menyampaikan empat kebutuhan perbaikan kebijakan dalam rangka meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil.

"Pertama ialah penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh nelayan kecil. Antara lain penampungan ikan (seperti cold storage), pelabuhan pendaratan ikan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), dan akses/jalan ke pelabuhan,” kata CEO IOJI Achmad Santoso dalam webinar Kilas Balik Kebijakan Kelautan 2021 dan Proyeksi 2022 yang diadakan IOJI di Jakarta, Jumat.

Selanjutnya, nelayan juga membutuhkan tempat pelelangan ikan atau tempat penampungan ikan yang disediakan oleh pemerintah dan kehadiran BUMN sebagai alternatif pasar.

Lalu, kebutuhan untuk mengembangkan akses permodalan dengan memberikan beberapa opsi yang dapat dilakukan di antaranya melalui pengembangan koperasi nelayan yang dikelola oleh desa. Kemudian pemberian pendampingan bagi nelayan kecil untuk mengakses kredit usaha rakyat di bank daerah.

“Serta pemberian pendampingan bagi nelayan kecil untuk mengakses dana Badan Layanan Umum (BLU) dari Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP),” ungkap Achmad Santoso.

Terakhir, lanjutnya, perlu dipertimbangkan pemberian kewenangan pengawasan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota terutama di wilayah-wilayah kepulauan terutama untuk pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan dan potasium.

Selain itu, peran Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) selaku pelaksana di tingkat lapangan yang membantu pemerintah dalam pengawasan kawasan perairan dianggap perlu ditingkatkan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat sipil dan perguruan tinggi.

Adanya catatan IOJI terkait empat kebutuhan perbaikan kebijakan disebabkan penilaian lembaga think-thank tersebut terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, yang dinilai belum mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi nelayan kecil.

Dalam penelitian lapangan IOJI di Pulau Pari Kabupaten Kepulauan Seribu Jakarta, Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau, Kabupaten Minahasa Utara (Desa Bulutui) di Sulawesi Utara, dan Kabupaten Alor di Nusa Tenggara Timur, ditemukan beberapa masalah utama yang dihadapi oleh nelayan kecil.

Beberapa persoalan tersebut yakni sulitnya mengakses bantuan, kurangnya pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, sarana dan prasarana yang tidak memadai, setelah itu tidak efektifnya program pemberian kartu nelayan/Kusuka (Kartu Pelaku Usaha Bidang Kelautan dan Perikanan) dan asuransi nelayan

“(Juga) kurangnya sosialisasi dan pelatihan, akses pasar di beberapa wilayah masih terbatas, dan opsi sumber permodalan yang terbatas,” ujarnya.

Baca juga: Erick Thohir perintahkan BUMN bantu nelayan agar "naik kelas"
Baca juga: Wapres sebut korporasi bisa tingkatkan pemberdayaan nelayan
Baca juga: KKP dorong pemberdayaan nelayan guna atasi dampak pandemi COVID-19


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022