Kalau ada keistimewaan seperti itu maka ketentuan aturan larangan pembatasan (lartas) importasi oleh Bea dan Cukai tidak diperlukan lagi
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyoroti keistimewaan yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan kepada Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utama (MITA) atas pengecualian pemberitahuan impor (PI) dan laporan surveyor (LS) terhadap produk tekstil dan turunannya (TPT).

Wakil Ketua Umum BPP GINSI Bidang Transportasi, Kepelabuhanan, dan Kepabeanan Erwin Taufan mengatakan keistimewaan yang diberikan kepada importir produsen atau pemegang angka pengenal importir produsen (API-P) itu justru berpotensi mengganggu kelangsungan industri dalam negeri.

"Kalau ada keistimewaan seperti itu maka ketentuan aturan larangan pembatasan (lartas) importasi oleh Bea dan Cukai tidak diperlukan lagi. Padahal ketentuan lartas untuk mengendalikan jumlah barang yang masuk maupun yang keluar Indonesia demi menjaga industri dalam negeri," ujar Taufan, melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan keistimewaan importasi komoditas tekstil oleh pemegang API-P itu diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor

Dalam beleid itu, kata dia, terdapat pengecualian atau PI dan LS impor TPT yang dilakukan oleh importir API-P yang telah mendapatkan surat keputusan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan tentang pengakuan sebagai AEO dan atau penetapan sebagai MITA kepabeanan dengan status aktif.

"Padahal, kalau importir yang kantongi status MITA dari Bea dan Cukai idealnya hanya boleh diberikan prioritas layanan menyangkut fasilitas yang dipunya oleh Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu saja. Jangan sampai lintas kementerian juga memberikan prioritas yang sama, sehingga tumpang tindih aturannya," ucap Taufan.

Dia mengatakan oleh karenanya keistimewaan terhadap importir produsen perihal pengecualian PI dan LS terhadap produk TPT itu mesti dikaji ulang demi keberlangsungan industri dalam negeri.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada November 2023 mencapai 19,59 miliar dolar AS, naik 4,89 persen dibandingkan Oktober 2023 atau naik 3,29 persen dibandingkan November 2022.

Impor migas November 2023 senilai 3,49 miliar dolar AS, naik 8,79 persen dibandingkan Oktober 2023 dan naik 24,41 persen dibandingkan November 2022.

Adapun impor nonmigas November 2023 senilai 16,10 miliar dolar AS, naik 4,08 persen dibandingkan Oktober 2023 dan turun 0,37 persen dibandingkan November 2022.

Peningkatan impor golongan barang nonmigas terbesar November 2023 dibandingkan Oktober 2023 adalah besi dan baja senilai 138,7 juta dolar AS (16,34 persen). Sementara itu, penurunan terbesar adalah logam mulia dan perhiasan/permata 162,1 juta dolar AS (54,11 persen).

BPS melaporkan terdapat tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-November 2023, yakni Tiongkok 56,74 miliar dolar AS (33,31 persen), Jepang 15,20 miliar dolar AS (8,92 persen), dan Thailand 9,36 miliar dolar AS (5,50 persen).

Sedangkan, impor nonmigas dari ASEAN 28,43 miliar dolar AS (16,69 persen) dan Uni Eropa 12,98 miliar dolar AS (7,62 persen).

Baca juga: Bea Cukai Tanjung Perak Raih Penghargaan Instansi Pemerintah Terbaik pada GINSI Award 2023
Baca juga: GINSI Jatim dorong importir patuhi Permendag 51/2020

Baca juga: GINSI imbau Pemerintah tidak beratkan importir soal biaya verifikasi

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023