Sumber energi ini memiliki sumber daya yang cukup besar dan dapat mendukung sampai lebih dari 3.000 GW. PLTS juga dapat dibangun pada waktu yang lebih cepat....
Jakarta (ANTARA) - Pakar Energi Baru Terbarukan (EBT) Surya Darma menilai bahwa implementasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang diterapkan di kawasan industri dapat menjadi solusi yang efektif untuk dekarbonisasi.

“Sumber energi ini memiliki sumber daya yang cukup besar dan dapat mendukung sampai lebih dari 3.000 GW. PLTS juga dapat dibangun pada waktu yang lebih cepat dibandingkan sumber daya energi lainnya, karena itu akan sangat efektif mendukung pelaksanaan transisi energi,” kata Surya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Surya mengatakan, selain dapat ditempatkan di atap, PLTS juga dinilai mampu memanfaatkan ruang-ruang kosong lainnya yang tersisa dari kawasan industri.

Baca juga: Dua PLTS PT Bukit Asam pangkas emisi karbon mencapai 618,5 ton

Menurut dia, proses fotovoltaik dalam PLTS yang dipasang di atap kawasan industri mampu mempercepat terwujudnya emisi nol bersih (net zero emission/NZE).

Surya menjelaskan bahwa pemerintah sendiri telah lama mencanangkan transisi menuju penggunaan energi baru terbarukan (EBT), baik itu melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN), maupun penetapan target emisi nol bersih pada 2060.

Namun demikian yang perlu dicermati saat ini, yakni dari sisi seberapa besar komitmen industri untuk mulai bertransisi menggunakan PLTS atap sebagai sumber energi baru.

“Maka porsi PLTS itu sangat besar dan bahkan terbesar. Karena itu, yang perlu diantisipasi adalah seberapa besar peran industri yang juga berperan, baik sebagai penggunaan maupun produsen fasilitas PLTS,” ujarnya.

Baca juga: PLN gandeng ACWA Power bangun PLTS terapung di Singkarak dan Saguling

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Iwa Garniwa Mulyana menilai saat ini PLTS atap dapat menjadi alternatif penghasil EBT, mengingat kawasan industri memang menjadi salah satu penghasil emisi yang perlu direduksi.

Pada 2020, tercatat bahwa kawasan industri berkontribusi menyumbang emisi karbon sebesar 3,1 miliar ekuivalen karbon dioksida (CO2e).

Hal itu membuat sektor industri menduduki urutan ke-3 sebagai penyumbang emisi karbon terbesar setelah sektor energi dan pertanian

"Perlu ada langkah untuk mengurangi emisi tersebut dengan mengurangi energi fosil dan digantikan dengan energi terbarukan, salah satunya dengan implementasi PLTS atap di kawasan industri," katanya.

Saat ini, telah ada beberapa industri yang menerapkan PLTS atap, salah satunya PT Bina Niaga Multiusaha (BNM) yang berlokasi di kawasan industri Jababeka, Bekasi.

Dengan menggunakan PLTS atap, kegiatan produksi BNM disuplai listrik dari 784 panel surya yang terpasang sehingga mampu menghasilkan energi bersih sebesar 452.417 kWh. Hal tersebut mampu mengurangi emisi karbon sebesar 422.557 kg setiap tahun.

Baca juga: Presiden Jokowi paparkan panduan AZEC hadapi perubahan iklim

Iwa menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menjalankan pengembangan PLTS baik di sektor industri, komersial maupun residensial. Meskipun beberapa komponennya masih bergantung dari produk luar negeri.

“Sehingga tantangan lainnya dalam mengembangkan PLTS, yakni produk dalam negeri yang perlu dukungan yang kuat dari pemerintah Menuju net zero emision bukan hanya dari sisi energi tetapi juga dari proses produksi industri, perlu batas ambang yang lebih ketat pada proses produksi ini,” tutur Iwa.

PLTS atap dinilai dapat menjadi solusi yang efektif untuk mewujudkan emisi nol karbon pada 2060.

Selain itu, partisipasi industri dalam pemanfaatan PLTS atap juga akan membantu pemerintah mempercepat pencapaian target bauran (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023