Banda Aceh (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Mugiyanto memastikan korban pelanggaran hak asasi manusia berat di Aceh akan mendapatkan hak reparasi dari negara.

"Pemenuhan hak korban akan terus dikawal oleh kantor staf presiden, laporan temuan pelanggaran HAM yang disusun oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh juga akan disampaikan kepada Kepala Staf Kepresidenan untuk disampaikan lagi kepada Presiden RI," kata Mugiyanto di Banda Aceh, Kamis.

Hal itu disampaikan Mugiyanto usai menerima buku berjudul Peulara Damee (Merawat Perdamaian) berisi laporan temuan pelanggaran HAM di Aceh yang diserahkan langsung oleh KKR Aceh.

Ia menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo telah berkomitmen memenuhi hak korban sebagaimana Inpres Nomor 2 Tahun 2023 dan Keppres Nomor 4 Tahun 2023 tentang penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat.

"Presiden sangat komitmen dan saya yakin KKR Aceh akan menjadi atensi presiden," ujarnya.

Baca juga: PPHAM sebut permintaan korban pelanggaran HAM berat Aceh bervariatif

KSP terus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Aceh dan Badan Reintegrasi Aceh untuk memastikan rekomendasi yang disampaikan KKR bisa ditindaklanjuti supaya korban pelanggaran HAM di Aceh benar-benar mendapatkan manfaat dari pernyataan yang diberikan kepada KKR.

"Jadi, tidak hanya nama dan cerita tentang penderitaan mereka dimasukkan ke sini, tetapi mereka juga harus mendapatkan hak dan itu tanggung jawab pemerintah mulai dari tingkat kabupaten/kota sampai pusat," katanya.

Selain itu, Mugiyanto menyampaikan bahwa pihaknya juga akan memenuhi rekomendasi dari KKR kepada pemerintah pusat yang berkaitan dengan reformasi TNI/Polri agar dapat menjunjung hak asasi manusia dalam menjalankan tugas.

"Ada rekomendasi, salah satunya reformasi kelembagaan terkait institusi TNI/Polri supaya lebih ramah, menjunjung HAM, dan kami akan berkomunikasi dengan lembaga terkait," ujarnya.

Baca juga: Wali Nanggroe terima keluhan pendataan korban HAM Rumoh Geudong Aceh

Tidak hanya itu, KSP juga segera mencari alokasi anggaran di kementerian/lembaga yang dapat dipergunakan untuk pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat.

"Kami yakin sebenarnya ada alokasi anggaran di lembaga/kementerian tingkat pusat yang bisa diberikan kepada korban konflik di Aceh sebagaimana yang direkomendasikan KKR. Itu akan coba kami komunikasikan dan identifikasi kementerian/lembaga mana yang bisa," kata Mugiyanto.

Sementara itu, Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Mastur Yahya menyampaikan 5.195 laporan pernyataan saksi dan korban yang dikumpulkan sejak tahun 2017 dari 17 kabupaten/kota di Aceh.

Laporan itu berisi empat bentuk tindak kekerasan, yaitu penyiksaan, kekerasan seksual, pembunuhan dan penghilangan paksa yang terjadi sepanjang konflik bersenjata berlangsung.

"Laporan ini kami harapkan menjadi penguat bagi pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, sebab korban sudah menunggu setelah diminta pernyataannya," katanya.

Baca juga: Komnas HAM buka pengajuan status korban pelanggaran HAM berat Aceh

Ia mendesak pemerintah pusat memberikan pemenuhan hak korban secepatnya sebab korban sudah menagih hak reparasi setelah dimintai pernyataan. Bahkan dalam perjalanan korban sudah meninggal dunia sehingga perlu intervensi secepatnya dari negara.

Menurutnya, saat ini mayoritas korban membutuhkan pemulihan terutama yang masih mengalami dampak, trauma dan sakit fisiknya.

"Bahkan saat mengumpulkan data, kami menemui ternyata ada korban yang melapor bahwa masih ada peluru di dalam tubuhnya sehingga butuh penanganan segera," katanya.

Dalam kesempatan itu, Mastur juga menuturkan bahwa KKR Aceh sedang menyusun regulasi berupa peraturan gubernur perihal pemenuhan reparasi kepada korban pelanggaran HAM yang bertujuan pemenuhan hak korban tidak lagi melalui mekanisme bantuan sosial.

"Sebab bantuan sosial itu sama dengan korban musibah pada umumnya, sedangkan reparasi itu hak mutlak korban yang harus dipertanggungjawabkan dan diberikan oleh negara," jelas Mastur Yahya.

Baca juga: Komnas HAM sudah BAP 106 korban pelanggaran HAM berat di Aceh

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023