Kupang (ANTARA) - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi meminta para kepala sekolah yang terdampak erupsi gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur untuk menyimpan dokumen kependidikan di tempat yang aman.

"Saya imbau kepada para kepala SMA, SMK, dan SLB untuk meningkatkan mitigasi kebencanaan dan amankan surat atau dokumen berharga lainnya di tempat yang aman," kata Linus di Kupang, Selasa.

Gunung api Lewotobi Laki-laki di Flores Timur kembali erupsi pada 1 Januari 2024, menyusul kenaikan status dari level II atau Waspada menjadi level III atau Siaga.

Baca juga: SAR Maumere siap bantu evakuasi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi

Atas kejadian itu, beberapa desa terdampak erupsi, di antaranya desa di Kecamatan Wulanggitang dan Kecamatan Ile Bura.

Aktivitas belajar mengajar sekolah di dua kecamatan itu juga ditiadakan sementara akibat erupsi yang menyebabkan warga mengungsi.

Dari data Dinas Pendidikan setempat, ada 14 SD, 3 SMP, 3 SMA, dan 1 SMK yang berlokasi di Kecamatan Wulanggitang. Sementara itu, ada 7 SD, 2 SMP, dan 1 SMA yang berada di wilayah Kecamatan Ile Bura.

Linus mengatakan para kepala sekolah harus meningkatkan mitigasi kebencanaan dengan memerhatikan dokumen kependidikan yang ada. Mereka juga harus berkoordinasi dengan pihak kebencanaan untuk mengantisipasi situasi darurat.

Baca juga: 1.172 warga Wulanggitang NTT mengungsi, terdampak erupsi Lewotobi

Baca juga: Erupsi Lewotobi, Pemkab Flores Timur setop sementara aktivitas sekolah


Lebih lanjut, ia mengatakan ada penghentian sementara aktivitas belajar mengajar akibat erupsi. Linus menyebut kondisi itu sebagai suatu kondisi situasional. Oleh karena itu, sekolah juga berkoordinasi dengan koordinator pengawas (korwas) setempat atas siaga sekolah bencana.

Menurut dia, nyawa dan keselamatan siswa serta guru sangat diutamakan dalam situasi kebencanaan saat ini. "Kegiatan belajar mengajar dan aktivitas non-akademik lainnya mengikuti status kewaspadaan gunung tersebut," ucapnya.

Pewarta: Fransiska Mariana Nuka
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024