Oknum caleg akan berpikir seribu kali jika menghadapi masyarakat yang melek pemilu.
Semarang (ANTARA) - ​​​​Partisipasi masyarakat dalam pengawasan setiap tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menjadikan pesta demokrasi terakbar ini memenuhi asas pemilu: langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil).

Apakah selama ini penyelenggara pemilu sudah memenuhi asas luber dan jurdil dengan prinsip: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien?

Di sinilah pentingnya pengawasan partisipatif. Apalagi, cakupan pengawasan ini luas atau tidak sebatas mengawasi peserta pesta demokrasi dan masyarakat sekitar tempat tinggal, tetapi juga lembaga penyelenggara pemilu: Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.

Kendati demikian, kata Direktur Eksekutif Pembina Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, partisipasi masyarakat akan tumbuh jika ada transparansi dari penyelenggara pemilu, termasuk juga mendapatkan akses latar belakang dari peserta pemilu. Oleh karena itu, perlu ada akses informasi yang komprehensif yang bisa dijangkau oleh masyarakat.

Ditegaskan pula bahwa semua tahapan pemilu penting untuk dikawal oleh publik. Pernyataan Ninis, sapaan Khoirunnisa Nur Agustyati, ini agar masyarakat berperan serta secara maksimal dalam pengawasan pemilu. (Sumber: ANTARA, 2 Januari 2024).

Upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024, menurut Ninis, tidak hanya dengan mengajak hadir ke tempat pemungutan suara (TPS), tetapi juga mendorong publik untuk berpartisipasi pada seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.

Khusus kehadiran pemilih di TPS pasca-Reformasi mengalami fluktuasi. Berdasarkan data KPU RI, tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2004 sebesar 84,7 persen, kemudian pada tahun 2009 turun menjadi 71 persen. Tingkat partisipasi ini naik kembali menjadi 75,11 persen pada Pemilu 2014, dan pemilu terakhir pada tahun 2019 naik menjadi 81,69 persen. Hal ini menunjukkan bahwa publik cukup antusias untuk hadir ke TPS.

Namun, sekarang yang perlu diupayakan adalah agar publik tidak sekadar hadir ke TPS, tetapi juga mampu berpartisipasi di seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.

Pada saat ini masuk tahapan masa kampanye (28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024). Tahapan berikutnya masa tenang, 11 s.d. 13 Februari 2024. Masyarakat bisa membantu panitia pengawasan pemilu (panwaslu) tingkat desa/kelurahan dengan melaporkan dugaan praktik politik uang oleh peserta pemilu.

Seperti diketahui bahwa peserta Pemilu 2024 terdiri atas 18 partai politik nasional, yakni (sesuai nomor urut) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, Partai Gelora Indonesia, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Berikutnya Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat. Mereka memperebutkan 580 kursi DPR RI di 84 daerah pemilihan (dapil).

Khusus pemilu anggota DPRD provinsi, kontestan akan memperebutkan 2.372 kursi di 301 dapil, sedangkan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota terdapat 2.325 dapil dengan jumlah 17.510 kursi. (Sumber: KPU RI)

Pada Pemilu 2024 juga diikuti enam partai politik lokal, yakni Partai Nanggroe Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha'at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh, dan Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh.

Sementara itu, pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 diikuti tiga pasangan calon, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.

Pemilu yang dijadwal pada tanggal 14 Februari 2024 diikuti pula peserta perseorangan untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan daerah pemilihan (dapil) 38 provinsi. Mereka memperebutkan empat kursi di setiap dapil.

Pada tahapan kampanye dan/atau masa tenang bisa jadi ada oknum calon anggota legislatif (caleg) dan/atau tim sukses pasangan calon mulai bergerilya dengan mendatangi rumah warga. Mereka memberi iming-iming sekian lembar uang rupiah untuk memilih caleg dan/atau paslon tertentu.

Di sinilah pentingnya kepedulian warga di tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) untuk meminimalkan praktik politik uang (money politic) di lingkungan sekitar. Oknum caleg akan berpikir seribu kali jika menghadapi masyarakat yang melek pemilu.

Apalagi, ketentuan praktik politik uang ini sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2023.

Disebutkan dalam Pasal 278 ayat (2) bahwa selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk memilih pasangan calon, parpol peserta pemilu tertentu, dan/atau caleg tertentu.

Bahkan, mereka yang menyuruh golput atau tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang pun terancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta (vide Pasal 523 UU Pemilu).

Larangan dalam kampanye juga termaktub dalam Pasal 280 dan Pasal 284. Sanksi atas pelanggaran larangan kampanye diatur dalam Pasal 515 dan Pasal 523 UU Pemilu.

Dalam Pasal 515 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.

Bahkan, ditegaskan pula dalam Pasal 286 bahwa pasangan calon maupun caleg jika terbukti melakukan praktik politik uang dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon dan caleg oleh KPU, ditambah lagi sanksi pidana.

Pengawasan yang ketat dari masyarakat ini sangat penting supaya pasangan calon dan/atau caleg menjunjung kesportifan dalam kontestasi Pemilu 2024.











 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024