Banda Aceh (ANTARA) - Badan SAR Nasional (Basarnas) Banda Aceh menyatakan telah melaksanakan 100 operasi pencarian dan pertolongan di provinsi ujung barat Indonesia tersebut sepanjang Januari hingga Desember 2023.

Kepala Basarnas Banda Aceh Ibnu Harris Al Hussain di Banda Aceh, Kamis, mengatakan dari 100 operasi SAR tersebut, yang terbanyak adalah kondisi membahayakan manusia dan kecelakaan kapal.

"Operasi SAR kondisi membahayakan manusia dilaksanakan sebanyak 59 kali dengan korban jiwa 67 orang. Dari 67 korban jiwa, 48 meninggal dunia, 14 orang selamat, dan lima orang dinyatakan hilang," katanya.

Berikutnya operasi SAR kecelakaan kapal sebanyak 28 kali dengan korban 29 orang, terdiri 16 orang selamat, 11 orang meninggal dunia, dan dua orang dinyatakan hilang.

Baca juga: Basarnas Aceh evakuasi ABK kapal tanker Korea yang jatuh dari buritan

Baca juga: Basarnas evakuasi penyelam tak sadarkan diri di perairan Aceh Besar


Kemudian, operasi SAR bencana alam sebanyak 12 kali dengan korban 566 orang terdiri 560 korban selamat, tiga orang meninggal dunia, serta tiga orang dinyatakan hilang.

"Sedangkan operasi SAR kecelakaan dengan penanganan khusus dilakukan satu kali dengan korban meninggal dunia empat orang dan selamat nihil," kata Ibnu Harris Al Hussain.

Ibnu Harris mengatakan wilayah operasi SAR terbanyak sepanjang 2023, yakni Kantor SAR Banda Aceh sebanyak 28 kali, Pos SAR Meulaboh sebanyak 25 kali.

Serta Pos SAR Langsa sebanyak 14 kali, Pos SAR Kutacane sebanyak 12, Unit Siaga SAR Bireuen sembilan kali, kapal SAR KN Kresna delapan kali, Unit Siaga SAR Takengon tiga kali serta Pos SAR Sabang dua kali.

"Jika dibandingkan operasi SAR pada 2022, terjadi peningkatan. Operasi SAR pada 2022 sebanyak 91 kali. Pelaksanaan operasi SAR tersebut juga melibatkan potensi SAR lainnya seperti TNI, Polri, instansi pemerintah lainnya serta masyarakat," katanya.

Menyangkut dengan kendala saat operasi pencarian dan penyelamatan, Ibnu Harris mengatakan di antaranya cuaca buruk seperti angin kencang, hujan deras, ombak tinggi, tanah longsor atau labil, dan lainnya.

"Posisi terakhir korban sebelum hilang yang tidak diketahui serta tidak ada saksi mata juga menjadi kendala. Serta lokasi operasi membutuhkan peralatan khusus, sehingga menyulitkan proses evakuasi korban," kata Ibnu Harris Al Hussain.

Selain itu, kultur budaya di tempat pelaksanaan operasi, kata dia, terkadang masyarakat yang terlibat operasi SAR mengabaikan faktor keselamatan diri sendiri, sehingga bisa menghambat operasi itu sendiri.

"Memang, niatnya karena kemanusiaan dan membantu, sehingga lalai dengan keamanan dan keselamatan diri sendiri. Dan ini juga dapat menghambat proses pelaksanaan operasi SAR tersebut," kata Ibnu Harris Al Hussain.*

Baca juga: Tim SAR temukan empat peselancar Australia di lepas pantai Indonesia

Baca juga: Nelayan Aceh Selatan ditemukan tewas usai tiga hari hilang di laut

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024