Bandung (ANTARA) -
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat Ika Mardiah menyayangkan arogansi oknum diduga ASN Bawaslu Jabar yang menegur wartawan dengan nada marah ketika melakukan peliputan yang seharusnya diakomodir.

Menurut ika, sebagai aparat negara termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), selaku petugas pelayan publik, seharusnya tidak semena-mena, bukan hanya pada wartawan, tapi pada tamu yang datang.

"Tentunya kami sangat menyesalkan kalau memang terjadi seperti itu. (Sebagai ASN) kita kan harus mengakomodasi minimal ramah  kepada semua orang," kata Ika di Bandung, Kamis.

Lebih lanjut, Ika mengatakan jika pun ada prosedur yang harus ditempuh, sejatinya dapat disampaikan dengan baik dan jelas tanpa harus melalui cara yang menjurus ke arah intimidasi.

Baca juga: Bey Machmudin sesalkan oknum ASN Bawaslu Jabar bertindak arogan

Baca juga: Oknum petugas Bawaslu Jabar terindikasi halangi tugas liputan wartawan


"Bawaslu memang bukan milik Pemprov (Jabar). Kalau kami, sangat terbuka. Bisa ngobrol di manapun. Bawaslu kan lembaga negara, yang dibentuk Pusat. Dari kaca mata kami, memang tidak selayaknya begitu," ujarnya.

Di Pemprov Jabar sendiri, Ika memastikan akan selalu mengedepankan kebebasan pers dan dengan tangan terbuka, membantu setiap kebutuhan informasi yang diperlukan, yang tentunya akan bermuara pada kepentingan publik.

"Selama ini di Pemprov Jabar kita bebas. Alhamdulillah. Harusnya dikasih tahu dulu, jangan langsung dimarahi. Kalau kami selalu terbuka," tuturnya.

Sebelumnya, satu oknum petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat, terindikasi menghalangi tugas peliputan wartawan di Kantor Bawaslu Jabar, Rabu (3/1).

Oknum petugas yang belakangan diinformasikan merupakan ASN bagian administrasi keuangan tersebut, terindikasi menghalangi tugas jurnalistik lewat teguran bernada marah kepada para wartawan setelah liputan tentang laporan narasumber ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran pemilu.

Oknum petugas wanita tersebut berdalih setiap tugas liputan di lingkungan Kantor Bawaslu Jabar, Jalan Turangga, Bandung, harus mendapat izin walau yang diwawancarai bukanlah narasumber dari Bawaslu Jabar.

"Ini dari mana? Mau ketemu siapa? Sudah ada izin belum? Liputan di sini harus izin, tidak bisa sembarangan," ucap oknum petugas tersebut.

Padahal, sejumlah wartawan yang hadir ke Kantor Bawaslu Jabar itu hendak mewawancarai anggota TPD Ganjar-Mahfud, Rafael Situmorang, yang melaporkan viralnya video ketidaknetralan oknum ASN Satpol PP di Kabupaten Garut, dan mereka juga telah mengisi buku tamu serta minta izin kepada petugas jaga.

Para pewarta juga sempat melakukan konfirmasi pada yang bersangkutan, namun ditanggapi dengan kemarahan yang makin tinggi sehingga para wartawan mengalah dan pergi dari lokasi itu.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap jurnalis dalam menjalankan profesinya.

Jaminan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni Pasal 18 ayat (1) UU Pers, dinyatakan menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.*

Baca juga: Oknum Satpol PP Garut diduga tidak netral dilaporkan ke Bawaslu Jabar

Baca juga: Bawaslu Jabar temukan 10 jenis pelanggaran kampanye

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024