Pertemuan ini untuk menggali informasi dan menampung aspirasi terkait masalah pertanian dan pangan di Aceh
Banda Aceh (ANTARA) - Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyerap permasalahan pertanian dan ketahanan pangan di Aceh melalui pemerintah setempat sebagai masukan dalam rancangan revisi UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

"Pertemuan ini untuk menggali informasi dan menampung aspirasi terkait masalah pertanian dan pangan di Aceh," kata Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh, di Banda Aceh, Selasa.

Pembahasan bersama Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh itu diikuti oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, serta dinas terkait lainnya, di kantor Gubernur Aceh.

Abdullah Puteh mengatakan, kedatangan mereka ke Aceh untuk menyerap aspirasi terkait pertanian dan pangan yang nantinya akan dibawa dalam pembahasan rancangan revisi UU Nomor 41 Tahun 2009 tersebut.

Menurut dia, perubahan terhadap UU tersebut berlandaskan pada masalah ketahanan pangan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan masifnya konversi lahan pertanian ke nonpertanian.

"Karena itu, dialog dengan pemerintah daerah serta peninjauan lapangan melihat langsung sejauh mana implementasi dan permasalahan dari pelaksanaan UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini,” ujar Abdullah Puteh.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi mengatakan, salah satu permasalahan pertanian di Aceh saat ini adalah mangkraknya pembangunan Bendungan Krueng Pase di Aceh Utara yang menjadi kewenangan Kementerian PUPR.

Kemudian, lambatnya penyelesaian infrastruktur pertanian tersebut membuat ribuan hektare sawah gagal panen tiga tahun lebih.

“Pemerintah pusat meminta Aceh meningkatkan produksi pertanian, sementara infrastruktur pendukung belum beroperasi,” katanya pula.

Dia berharap kepada Abdullah Puteh sebagai anggota DPD RI asal Aceh bisa ikut memperjuangkan masalah tersebut melalui Kementerian PUPR dan forum nasional lainnya.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Cut Huzaimah menyampaikan bahwa produksi hasil pertanian Aceh pada 2023 menurun dibanding tahun 2022.

Salah satu penyebabnya adalah irigasi tidak berfungsi dengan baik, sehingga lahan sawah kekurangan debit air.

"Seperti bendungan Krueng Pase di Aceh Utara belum tuntas pembangunannya, dan irigasi Jambo Aye dan Rajui yang debit airnya masih kurang untuk kebutuhan sawah di sekitarnya," katanya lagi.

Selain itu, Cut juga menyebutkan masih banyak sawah di Aceh yang berbentuk rawa. Ketika hujan, lahan tersebut menjadi banjir sehingga bisa gagal tanam dan panen. Maka, perlu diperbaiki, misalnya dengan membuat sistem surjan.

Cut menambahkan, saat ini petani di Aceh juga sedang terhambat mendapatkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) akibat perusahaan pemberi asuransi tidak dapat beroperasi di Aceh karena terbentur regulasi lembaga keuangan syariah. Sementara asuransi syariah yang ada di Aceh tidak menyediakan asuransi untuk pertanian.

Padahal, keberadaan AUTP itu sangat bermanfaat bagi petani, jika produksi pertanian gagal panen sampai 75 persen, maka mereka mendapatkan dana ganti rugi dari asuransi.

"Kita berharap segala masalah pertanian yang melanda Aceh tersebut dapat menjadi perhatian pemerintah pusat, dan Komite II DPD RI dapat membantu menyelesaikan masalah petani di Aceh," demikian Cut Huzaimah.
Baca juga: Peneliti: UU Budidaya Pertanian Berkelanjutan jangan batasi petani
Baca juga: UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan jangan susahkan petani

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024