Jenewa (ANTARA) - Israel berpendapat bahwa penggunaan istilah "genosida" terhadap Israel "menghindari" tujuan Konvensi Genosida dan mengklaim dalam argumen lisan mereka  di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Jumat, bahwa mereka hanya berusaha melindungi rakyatnya sendiri.

"Komponen kunci dari genosida, yaitu niat untuk menghancurkan orang, secara keseluruhan atau sebagian, sama sekali tidak ada," demikian delegasi Israel berargumen di ICJ.

"Apa yang Israel cari dengan beroperasi di Gaza bukan untuk menghancurkan masyarakat, tapi untuk melindungi ... rakyatnya yang diserang dari berbagai sisi, dan melakukannya sesuai dengan hukum, bahkan ketika mereka menghadapi musuh yang tidak berperasaan."

Israel juga menegaskan bahwa Konvensi Genosida 1948 "tidak dirancang untuk mengatasi dampak brutal dari permusuhan yang intens terhadap warga sipil."

Israel menambahkan "Bahkan ketika penggunaan kekuatan menimbulkan 'masalah hukum internasional yang sangat serius, dan melibatkan penderitaan yang sangat besar dan hilangnya nyawa yang berkelanjutan'."

"Upaya untuk penggunaan istilah genosida terhadap Israel, dalam konteks saat ini, menghilangkan objek dan tujuan konvensi itu sendiri," klaim mereka.

Keseluruhan terhadap kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan ke pengadilan pada Kamis (11/1), "bergantung pada deskripsi dekontekstualisasi dan manipulatif yang sengaja dibuat mengenai realitas permusuhan saat ini," Israel berargumen.

Afrika Selatan 'menikmati hubungan dekat' dengan Hamas

Delegasi Israel menuduh Afrika Selatan - negara yang mengajukan kasus genosida terhadap Israel - memiliki hubungan dekat dengan kelompok Palestina Hamas tidak hanya sebelum tetapi juga setelah serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari seribu warga Israel.

"Sudah menjadi catatan publik bahwa Afrika Selatan mempunyai hubungan dekat dengan Hamas, meski mereka diakui secara formal sebagai organisasi teroris oleh banyak negara di dunia," katanya.

"Hubungan ini terus berlanjut bahkan setelah kekejaman yang terjadi pada 7 Oktober. Afrika Selatan telah lama menjadi tuan rumah dan merayakan hubungannya dengan tokoh-tokoh Hamas, termasuk delegasi senior Hamas yang mengunjungi negara itu untuk 'pertemuan solidaritas' hanya beberapa minggu setelah pembantaian tersebut."

Mereka juga menuduh Afrika Selatan, ketika menyampaikan kasusnya pada Kamis, mengatakan: "Seolah-olah tidak ada konflik bersenjata intensif yang terjadi antara kedua pihak. Tidak ada ancaman besar terhadap Israel dan warganya. Hanya serangan Israel ke Gaza."

Delegasi tersebut juga membantah jumlah orang yang tewas di Gaza yang diajukan ke pengadilan dalam argumen lisan Afrika Selatan, menyuarakan ketidakpercayaan terhadap angka lebih dari 23 ribu jiwa, dan menyebut sumber-sumber Palestina "sulit diandalkan."

Pembelaan Israel terhadap kasus tersebut adalah upaya publik yang paling menonjol hingga saat ini untuk mencoba membenarkan serangan dan blokade kejam Israel di Jalur Gaza, yang telah memicu kemarahan internasional yang luas.

Israel bantah ingin menduduki Gaza secara permanen

Menolak tuduhan bahwa Israel menyebabkan pengungsian paksa, delegasi Israel mengklaim bahwa hal itu hanya bertujuan untuk memastikan Gaza "bebas teror."

"Israel bertujuan untuk memastikan Gaza tidak lagi dapat digunakan sebagai peluncuran untuk terorisme, seperti yang ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri (Benjamin Netanyahu) bahwa Israel tidak berupaya untuk menduduki Gaza secara permanen atau menggusur penduduk sipilnya."

"Israel berada dalam perang pertahanan melawan Hamas, bukan melawan rakyat Palestina," katanya, mengklaim bahwa negara tersebut mengambil "langkah-langkah nyata di lapangan untuk mengurangi kerugian sipil."

Selain itu, mereka menuduh Hamas menggunakan penderitaan manusia sebagai sebuah strategi, dengan mengatakan: "Jika Hamas meninggalkan strateginya, melepaskan sandera, (dan) meletakkan senjatanya, permusuhan dan penderitaan akan berakhir."

Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti ke Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas yang menurut Tel Aviv menewaskan sekitar 1.200 orang.

Lebih dari 23.300 warga Palestina telah tewas dan sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan 59.410 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.

Sidang publik

Pada hari pertama persidangan, Afrika Selatan mengajukan bukti kuat dalam kasus yang diajukan pada 29 Desember, menuduh Israel melakukan genosida dan pelanggaran terhadap Konvensi Genosida PBB atas tindakannya di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.

Pihak Afrika Selatan meminta perintah Mahkamah Internasional PBB untuk menghentikan serangan militer Israel di Gaza, yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan.

Pengajuan setebal 84 halaman oleh Afrika Selatan menuduh Israel melakukan tindakan dan kelalaian yang “bersifat genosida, karena tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan khusus … untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok nasional, ras, dan etnis Palestina yang lebih luas.”

Dikatakan bahwa tindakan genosida yang dilakukan Israel termasuk membunuh warga Palestina, menyebabkan penderitaan serius baik secara fisik maupun mental, pengusiran massal dari rumah-rumah dan pengungsian.

Israel juga menerapkan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran warga Palestina, dan perampasan akses terhadap makanan, air, tempat tinggal, sanitasi, dan bantuan medis yang memadai.

Sumber: Anadolu
Baca juga: Amnesty: Sidang dugaan genosida di ICJ bawa harapan bagi Palestina
Baca juga: Afrika Selatan: Genosida tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apa pun
Baca juga: Afsel: Masa depan Gaza bergantung pada putusan Mahkamah Internasional

 

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024