Jakarta (ANTARA News) - Komnas Flu Burung dan Pandemi Influenza (FBPI) membantah keras pernyataan sebuah majalah Inggris, The Economist, yang terbit pada 29 Juli 2006 karena telah menyebut Indonesia sebagai ibukota flu burung dunia. Hal itu diungkapkan Sekretaris Komnas FBPI yang juga menjabat Deputi Menko Perekonomian bidang Pertanian dan Kehutanan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa. "Mungkin kita dianggap telah melewati Vietnam. Korban meninggal akibat flu burung di Vietnam 42 korban sedangkan Indonesia 43 korban. Tapi kalau dibandingkan secara kuantitatif, di Vietnam satu korban jiwa dari 2 juta penduduk, sedangkan Indonesia satu korban jiwa dari 5 juta penduduk. Sehingga Indonesia sebetulnya relatif lebih jarang dibanding Vietnam," katanya. Dia menjelaskan, di Indonesia 73 persen kasus terjadi dalam kaitan dengan unggas, dan dari 43 kasus 12 persen di antaranya karena ditemukan unggas mati disekitarnya serta 12 persen lagi memiliki sejarah menangani unggas yang sakit atau mati. Dia juga mengungkapkan, pemberitaan The Economist bahwa Indonesia meminta 900 juta dolar AS kepada dunia internasional tidak sepenuhnya benar. Pemerintah Indonesia juga telah menganggarkan sekitar 150-160 juta dolar AS untuk tahun anggaran 2006-2008. "Angkanya memang besar karena ini memang penyakit baru dan banyak rumah sakit yang belum punya standar penanganan dan butuh investasi untuk itu," jelasnya. Demikian pula dengan pernyataan The Economist bahwa peternak hanya diberi kompensasi Rp2.000 per unggas yang juga tidak benar karena masing-masing peternak sebenarnya menerima Rp10.000. "Kita sadar bahwa Rp10.000 itu tidak cukup karena tidak memuaskan semua peternak, tapi itu bisa yang bisa dianggarkan dari anggaran kita," katanya. Namun demikian, dia mengakui bahwa dana yang dianggarkan untuk penanganan yang terkait dengan manusia lebih besar daripada binatang unggas karena memang untuk kesehatan binatang hanya diatur di tingkat direktorat sedangkan untuk kesehatan manusia diatur oleh satu departemen. "Oleh karena itu, ke depan kita perlu kembangkan otorita veteriner. Bentuknya nanti kita akan bahas," jelasnya. Dalam kesempatan itu dia mengungkapkan bahwa hingga kini sekitar 27 provinsi menjadi daerah endemi flu burung. Sedangkan pemerintah kini tengah melakukan pengawasan khusus terhadap beberapa wilayah yang menjadi endemi flu burung namun belum mengalami korban manusia, di antaranya Bali, Riau dan Sulawesi Selatan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006