Kekerasan bukanlah sesuatu yang biasa, tetapi sesuatu yang harus kita cegah dan tangani bersama-sama
Samarinda (ANTARA) -
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkuat peran guru di Kalimantan Timur dalam rangka menangkal tiga masalah (dosa) besar di satuan pendidikan, yakni perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
 
"Kita punya episode merdeka belajar yang merupakan transformasi untuk mencapai pendidikan berkualitas dan menjadi pelajar Pancasila sepanjang hayat," kata Direktur Pendidikan dan Guru Tenaga Pendidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani saat mengisi seminar pendidikan di Samarinda Kalimantan Timur, Selasa.

Seminar Pendidikan dengan tema "Peran Pendidik Dalam Menghadapi Isu Tiga Dosa Besar Pendidikan" tersebut dihadiri sekitar 500 guru secara daring maupun luring. 
 
Dia mengemukakan, peran guru amat penting untuk membina pelajar dalam menerapkan implementasi kurikulum merdeka. Maka dari itu perlu kondisi belajar yang memacu pada pengembangan diri secara merdeka tanpa tekanan dan bentuk kekerasan apapun.
 
Nunuk menjelaskan, praktik kekerasan dalam satuan pendidikan dapat dilakukan secara langsung maupun daring, oleh peserta didik, tenaga pendidik, orang tua, atau pihak lain.
 
"Kekerasan di satuan pendidikan merupakan isu internasional yang menjadi salah satu target tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu secara signifikan mengurangi segala bentuk kekerasan," kata Nunuk.
 
Ia juga menyatakan kekerasan berdampak pada literasi dan numerasi peserta didik, yang dihadapi sebagai darurat literasi selama 15 tahun terakhir.
 
Guna mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan, Nunuk mengatakan bahwa Kemendikbudristek telah mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
 
Kemudian Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Perlindungan Peserta Didik dan Tenaga Pendidik dari Kekerasan di Satuan Pendidikan.
 
"Peraturan-peraturan ini bertujuan agar peserta didik dan tenaga pendidik aman dan nyaman mengembangkan potensinya," kata Nunuk.
 
Ia memaparkan, peran pendidik sangat krusial dalam menerapkan peraturan-peraturan ini secara efektif, melibatkan semua pihak, dan memfungsikan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan dengan jelas.
 
"Setiap satuan pendidikan harus memiliki satuan tugas -satgas- yang bertanggung jawab atas hal ini," katanya.
 
Nunuk juga mengimbau agar semua pendidik, tenaga kependidikan, siswa maupun wali murid dalam satuan pendidikan saling menghormati, menghargai, dan melindungi satu sama lain dari segala bentuk kekerasan.
 
Mereka harus hati-hati dalam berkomunikasi dan berinteraksi, baik secara langsung maupun daring. Jangan sampai kita tanpa sadar melakukan kekerasan, misalnya dengan memberikan label tertentu atau merendahkan orang lain.
 
"Kekerasan bukanlah sesuatu yang biasa, tetapi sesuatu yang harus kita cegah dan tangani bersama-sama," kata Nunuk.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menyebutkan, seluruh guru di Kalimantan Timur memiliki peran vital dalam menghadapi tiga masalah (dosa) besar pendidikan.
 
"Tiga kota di Kaltim dengan angka kekerasan tinggi yakni Samarinda 240 kasus, Bontang 106 kasus, dan Balikpapan 66 kasus. Beberapa di antaranya merupakan kasus yang terjadi di sekolah," katanya.
 
Hetifah juga mengatakan, ada 357 pelajar yang menjadi korban kekerasan. Untuk itu, ia menekankan kepada seluruh guru di Kaltim, tidak hanya guru Bimbingan Konseling, mampu menghadapi kasus kekerasan yang terjadi saat ini.

Seminar pendidikan yang diselenggarakan di sebuah hotel di Samarinda itu selain dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, juga Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda Asli Nuryadin, dan juga diikuti 500 guru Kalimantan Timur secara daring maupun luring.

Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024