Tokyo (ANTARA News) - Mata uang negara-negara berkembang Asia terus merosot pada Kamis, setelah para pedagang mengambil pesan bervariasi tentang program stimulus Federal Reserve AS, sekalipun data positif manufaktur China memberikan dukungan.

Rupee India merosot ke rekor terendah baru 65,27 terhadap dolar AS sebelum sedikit pulih ke 65,15 di perdagangan Asia sore, masih turun jauh dari 64,72 pada Rabu sore.

Rupiah Indonesia diperdagangkan pada 10.958 terhadap dolar AS dibandingkan 10.945 sehari sebelumnya, sedangkan baht Thailand berada di 32,12 dibandingkan dengan 31,77.

Risalah dari pertemuan kebijakan Fed Juli menunjukkan anggota dewan memiliki perbedaan pendapat tentang kapan untuk mengurangi pembelian obligasinya 85 miliar per bulan yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (QE).

Beberapa pejabat Fed mendukung "pengurangan" secepatnya bulan depan, sementara yang lain mengatakan bank perlu untuk melihat lebih banyak bukti bahwa ekonomi AS cukup kuat.

Bos Fed Ben Bernanke mengatakan pihaknya tidak akan menarik skema stimulus sampai ekonomi dapat berdiri sendiri pada dua kakinya dan tingkat pengangguran di bawah tujuh persen.

Di Tokyo pada Kamis, dolar naik menjadi 98,21 yen dari 97,67 yen di New York pada Rabu sore, sementara euro dibeli 1,3340 dolar dari 1,3359 dolar. Mata uang tunggal diambil 131,02 yen terhadap 130,46 yen.

"Saya secara pribadi tidak berpikir risalah memberikan indikasi yang jelas apakah pengurangan stimulus akan dimulai bulan depan atau tidak, tetapi pasar bereaksi dengan penurunan di saham, kenaikan dalam imbal hasil dan pembelian dolar," kata Kengo Suzuki, penyiasat mata uang Mizuho Securities.

Ekspektasi pengakhiran QE telah diperlihatkan warga asing dalam memulangkan beberapa dana mereka dalam jumlah besar di beberapa bulan terakhir yang dituangkan ke negara-negara berkembang ketika QE diresmikan pada September 2012, pada gilirannya memukul mata uang dan ekuitas di negara-negara berkembang.

Namun, Marito Ueda, seorang pedagang mata uang terkemuka di FX Prime mengatakan: "Tekanan besar pada mata uang emerging market ... hanya membuat sedikit penurunan, karena PMI (indeks pembelian manajer) China lebih baik dari yang diharapkan."

Raksasa perbankan HSBC mengatakan angka awal menunjukkan PMI untuk China naik menjadi 50,1 pada Agustus, dibandingkan dengan angka akhir 47,7 pada Juli.

Angka PMI atas 50 menunjukkan ekspansi dari bulan sebelumnya, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi.

Data -- pertama untuk menunjukkan pertumbuhan dalam empat bulan -- terjadi setelah angka terbaru menunjukkan kenaikan dalam perdagangan China dan secara tentatif menyatakan ekonomi di bawah tekanan mungkin segera berakhir.

Perhatian sekarang akan beralih ke rilis klaim awal pengangguran AS pada Kamis, yang akan memberikan gambaran tentang keadaan ekonomi AS.

Dolar juga menguat terhadap mata uang Asia-Pasifik. Dolar naik menjadi 1.122,7 won Korea Selatan dari 1.117,90 won, menjadi 1,2840 dolar Singapura dari 1,2767 dolar Singapura, dan menjadi 29,98 dolar Taiwan dari 29,90 dolar Taiwan.

Greenback menguat menjadi 44,14 peso Filipina dari 43,95 peso, sedangkan dolar Australia jatuh menjadi 90,01 sen AS dari 90,33 sen dan yuan China diambil 16,04 yen terhadap 15,89 yen, demikian AFP.

(A026)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013