Jakarta (ANTARA) - Tren kuliner hidangan berbahan dasar belalang tengah populer di Arab Saudi, terutama 'burger belalang' yang inovatif dan terjangkau.

Ditulis laman Gulf News, Sabtu (20/1), tren makanan ini berkaitan dengan puncak musim belalang, di mana para peminat bereksperimen dengan metode baru dalam memasak dan menyiapkan serangga ini di rumah.

Kreasi yang menonjol adalah burger belalang, dengan harga sekitar 7,50 riyal Saudi arau sekitar Rp31 ribu per porsi, yang mencakup roti burger, belalang, bawang bombay, saus tomat, dan topping lain yang dapat disesuaikan.

Baca juga: Mencicipi sate buaya hingga "fish therapy" di Pattaya Floating Market

Belalang, terutama yang melimpah di wilayah seperti Madinah dan Qassim, sangat disukai karena rasanya. Terlepas dari popularitasnya, Arab Saudi saat ini kekurangan restoran yang mengkhususkan diri pada masakan belalang.

Para pecinta belalang kerap berbagi pengalaman berburu, membeli (dengan tas berisi sekitar 100 belalang yang dijual seharga 50 riyal), dan memasak berbagai masakan belalang di media sosial.

Mereka memasaknya hidup-hidup dalam air, diikuti dengan menambahkan bahan-bahan seperti bawang bombay dan minyak. Beberapa lebih suka memasangkannya dengan selada, sementara yang lain berinovasi dengan burger belalang.

Influencer media sosial terkemuka di Saudi secara aktif mempromosikan hidangan ini. Iyad Al Hamoud, yang dikenal karena tweetnya, mendorong konsumsi makanan belalang Saudi, menyoroti nilainya dibandingkan produk impor seperti makanan ringan belalang Swiss yang dibumbui dengan ramuan alpine, yang harganya lebih mahal yaitu 172 riyal per kantong.

Baca juga: Balut; kuliner "ekstrem" Filipina

Meshal Al Gharib, pembuat konten lainnya, membagikan video penjual belalang, menekankan tidak adanya pestisida dan metode panen alami.

Opini masyarakat di Arab Saudi mengenai konsumsi belalang terbagi. Beberapa orang memandangnya sebagai masalah pilihan pribadi atau tradisi leluhur, dengan referensi dari para ulama yang mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW memakan belalang.

Yang lain mengasosiasikannya dengan kemiskinan dan menganggapnya tidak perlu mengingat beragamnya makanan yang tersedia.

Baca juga: Mengintip kekayaan kuliner di sekitar Hutan Amazon

Penerjemah: Fitra Ashari
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024