Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menitipkan penahanan mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi suap dan gratifikasi proyek di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Kepala Lapas Kelas IIA Lombok Barat M. Fadli di Mataram, Minggu, membenarkan adanya penitipan penahanan tersangka kasus korupsi atas nama Muhammad Lutfi dari KPK.

"Iya, benar. kami terima penitipan penahanan tersangka ML (Muhammad Lutfi) dari KPK," kata Fadli.

Tersangka tiba di Lapas Kelas II A Lombok Barat yang berada di wilayah Kuripan, Kabupaten Lombok Barat itu sekitar pukul 17.10 Wita, dengan mengenakan rompi tahanan KPK.

Wali Kota Bima yang menjabat periode 2018-2023 itu tiba di lapas dengan menggunakan kendaraan tahanan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Dalam kendaraan tersebut turut mendampingi petugas KPK.

Baca juga: Mantan Wali Kota Bima pilih minum obat ketimbang pembantaran KPK

Setibanya Muhammad Lutfi di Lapas Kelas II A Lombok Barat, nampak istri, anak, dan pihak keluarga menyambut kedatangan dan mengambil kesempatan itu untuk menyapa dan merangkul tersangka.

Abdul Hanan, kuasa hukum Muhammad Lutfi yang turut mendampingi penitipan penahanan tersebut memastikan bahwa kliennya kini dalam keadaan sehat.

"Kondisi kesehatan klien kami saat ini sehat. Jadi, Pak Muhammad Lutfi siap untuk menghadapi persidangan yang dijadwalkan besok pagi," ujar Hanan.

Terkait dengan status penahanan Muhammad Lutfi di Lapas Kelas IIA Lombok Barat, Hanan menyampaikan masih di bawah kendali jaksa penuntut umum.

"Mungkin besok pas sidang ada penetapan dari majelis hakim untuk status tahanan Pengadilan Negeri Mataram," ucapnya.

Pengadilan Negeri Mataram menetapkan jadwal sidang perdana Muhammad Lutfi dengan agenda pembacaan dakwaan itu pada Senin (22/1).

Majelis hakim yang bertugas menyidangkan perkara Muhammad Lutfi adalah Putu Gde Hariadi sebagai hakim ketua dengan anggota Agung Prasetyo dan Djoko Soepriyono.

Perkara korupsi milik Muhammad Lutfi teregister di Pengadilan Negeri Mataram dengan nomor: 3/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mtr. Perkara tersebut didaftarkan pada Senin (15/1).

Dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram, tercatat ada empat jaksa penuntut umum dari KPK yang bertugas menyidangkan perkara Muhammad Lutfi.

Empat jaksa penuntut umum tersebut adalah Asril, Diky Wahyu Ariyanto, Agus Prasetya Raharja, dan Johan Dwi Junianto.

Muhammad Lutfi menjalani penahanan KPK sejak 5 Oktober 2023. KPK menahan Muhammad Lutfi setelah berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan TPPU.

Kasus yang menjerat Lutfi berawal pada medio tahun 2019. Saat itu, Lutfi bersama dengan salah seorang anggota keluarga mulai mengondisikan proyek-proyek yang dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima.

Baca juga: KPK perpanjang penahanan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi

Lutfi kemudian meminta dokumen berbagai proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Dengan memanfaatkan jabatannya, Lutfi kemudian memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk membuat berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan wali kota Bima.

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019-2020 itu mencapai puluhan miliar rupiah.

Lutfi kemudian secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek-proyek dimaksud.

Proses lelang tetap berjalan akan tetapi hanya sebagai formalitas semata dan faktanya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.

Atas pengondisian tersebut, Lutfi menerima setoran uang Rp8,6 miliar dari para kontraktor yang dimenangkan.

Salah satu proyek yang terlibat dalam perkara tersebut antara lain proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi'Foo.

Teknis penyetoran uang kepada Lutfi dilakukan melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi, termasuk anggota keluarganya.

Penyidik KPK juga menemukan dugaan penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang oleh Lutfi, dari sejumlah pihak, dan tim penyidik KPK akan terus melakukan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, yang bersangkutan dijerat dengan Pasal 12 huruf (i) dan/atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK sebut mantan wali kota Bima Muhammad Lutfi segera disidangkan

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024