Jakarta (ANTARA) -
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) klaster Hak Sipil dan Kebebasan Sylvana Maria menyarankan agar anak-anak tidak dibawa oleh orang tua pada saat mengikuti kampanye Pemilihan umum (Pemilu) 2024, baik pemilihan presiden dan wakil presiden, maupun legislatif.
 
"Selama bentuk dan praktik demokrasi masyarakat kita dalam konteks konflik elektoral belum cukup mampu melindungi anak-anak, maka KPAI menegaskan dan menyarankan agar anak-anak tidak dibawa dalam kampanye atau pertemuan-pertemuan yang melibatkan massa yang cukup besar, karena ada risiko terhadap kesehatan, keamanan, kenyamanan, bahkan keselamatan jiwa anak," kata Sylvana di Jakarta, Senin.
 
Ia menjelaskan, KPAI telah melakukan pengawasan hak partisipasi anak dalam konteks Pemilu sejak tahun 2014. Selama hampir 10 tahun pengawasan, KPAI mengidentifikasi ada 15 bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan anak selama pemilu.
 
"Yang paling banyak itu anak dibawa dalam keramaian publik selama masa kampanye. Ini memang fenomena yang cukup sulit untuk dicegah dan ditangani di lapangan, tetapi memang kita harus melakukan pencegahan agar orang tua tidak selalu membawa anak-anak dalam event kampanye," ujar dia.

Baca juga: Bawaslu sebut polisi tangani perkara kampanye anak berseragam sekolah

Baca juga: KPAI minta KPU dan Bawaslu optimalkan pemantauan anak saat kampanye

 
Ia juga mengemukakan, persoalan sebenarnya ada pada sulitnya orang-orang dewasa memastikan perlindungan dan pemenuhan hak anak selama mengikuti kegiatan-kegiatan kampanye.
 
"Tadi pagi dalam dialog KPAI dan Kabareskrim Polri, kami memang menegaskan lagi, kerumunan kita itu kadang-kadang tidak bisa diprediksi, bisa ribuan orang kalau dalam rapat-rapat umum, itu situasi yang berisiko untuk anak, dan bisa macam-macam akibatnya, untuk kesehatan, keamanan, dan kenyamanan anak," tuturnya.
 
Sylvana menjelaskan, aduan lain yang cukup banyak dilaporkan ke KPAI selama masa kampanye Pemilu 2024 yakni anak-anak yang digunakan sebagai juru bicara calon-calon tertentu.
 
"Pengaduannya ada hampir 10 kasus, dilakukan baik oleh caleg, maupun kelompok tim capres dan cawapres. Selain itu, anak-anak juga dijadikan target antara kampanye, jadi kampanyenya ditargetkan kepada orang tua, tetapi anak-anak yang menjadi target dengan memberikan barang-barang yang bukan alat kampanye," paparnya.
 
Kemudian, aduan paling banyak lainnya ke KPAI yakni anak-anak yang dijadikan objek politik uang, dibayar oleh pala calon legislatif untuk melakukan kampanye.
 
Selain itu, KPAI juga menerima informasi tentang tayangan viral anak-anak yang menyampaikan pendapat mengenai calon-calon tertentu.
 
"KPAI beranggapan bahwa partisipasi anak harus dihormati dan dilindungi, tetapi KPAI mendorong agar partisipasi anak tetap mengacu kepada nilai-nilai etis, supaya anak-anak tetap punya ruang kebebasan berbicara, tetapi tidak bebas berbicara apa saja. Untuk itu kami mendorong agar orang-orang dewasa mendampingi anak-anak, bagaimana harus menyampaikan pendapatnya di ruang publik," kata dia.
 
KPAI juga mendorong agar pendidikan politik disampaikan kepada anak-anak pemilih pemula, utamanya yang sudah memiliki hak pilih 17 tahun, sedangkan pada usia di bawah pemilih pemula, KPAI menyarankan adanya penguatan pendidikan kewarganegaraan.
 
"Kami yakin bahwa kurikulum pendidikan nasional kita sudah cukup membekali anak-anak tentang pendidikan kewarganegaraan, bagaimana menjadi warga negara yang baik, misalnya menghormati teman, menghargai orang yang berbeda, dan seterusnya," demikian Sylvana Maria.

Baca juga: KPAI berharap SE Bersama Pemilu cegah pelanggaran perlindungan anak

Baca juga: KPAI-Bawaslu kerja sama awasi penyalahgunaan anak di Pemilu

 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024