Jakarta (ANTARA) - Berada pada tahun politik, tiga pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. saling beradu gagasan dalam upaya pengendalian stunting di Indonesia.

Masalah gizi kronis yang ditandai gangguan tumbuh kembang anak tersebut perlu memperoleh porsi kebijakan dalam 5 tahun ke depan agar dampak ganda berupa gangguan kecerdasan dan gangguan kesehatan bagi penderitanya bisa dicegah. 

Mengapa? Karena hal ini menyangkut mutu sumber daya manusia Indonesia pada masa mendatang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan prevalensi stunting atau tengkes di setiap negara dikategorikan terkendali saat angka kasus kurang dari 20 persen. Merespons hal itu, Indonesia sudah mencanangkan target penurunan stunting menjadi 14 persen pada  tahun ini.

Pemerintah mengalokasikan anggaran belanja untuk percepatan pengendalian stunting senilai Rp34,15 triliun pada 2022, lalu menjadi Rp30,4 triliun pada 2023.

Jumlah balita berisiko stunting di Indonesia pada 2022 masih tersisa 4,7 juta jiwa atau setara 21,6 persen dari populasi balita di Indonesia. Itu artinya, Indonesia masih harus bekerja keras menurunkan rata-rata 3,8 persen di 2023 dan 2024 secara berturut untuk mencapai target tersebut.

Berkaca pada kemampuan berbagai negara dalam menurunkan prevalensi stunting, umumnya kurang dari 1 persen per tahun. Meskipun di Peru berhasil ditekan hingga 4,25 persen per tahun dan 2,5 persen per tahun di Bolivia.

Tantangan yang juga tak kalah beratnya adalah penanganan stunting yang memang kompleks, mulai dari pencegahan sejak usia remaja sampai kehamilan, fase melahirkan, hingga tahun-tahun pertama kehidupan anak.

Stunting dapat terjadi sejak sebelum lahir. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi stunting berdasarkan kelompok usia hasil SSGI 2022, di mana terdapat 18,5 persen bayi dilahirkan dengan panjang badan kurang dari 48 cm. Dari data tersebut dapat terlihat betapa pentingnya pemenuhan gizi ibu sejak hamil.

Hasil survei menunjukkan risiko terjadinya stunting meningkat sebesar 1,6 kali dari kelompok umur 6--11 bulan ke kelompok umur 12--23 bulan (13,7 persen ke 22,4 persen).

Hal itu menunjukkan 'kegagalan' dalam pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, baik dari segi kesesuaian umur, frekuensi, jumlah, tekstur, dan variasi makanan.

Tahun politik saat ini sangat penting dalam memperoleh komitmen politik para calon pemimpin Indonesia dalam memperhatikan dan menjamin kecukupan energi dan protein pada  anak dan ibu hamil hingga menyusui untuk mencegah terjadinya stunting.


Komitmen politik

Tiga pasang capres-cawapres yang berlaga pada Pilpres 2024 kompak mengusung pemberian gizi berimbang hingga protein hewani pada siklus kehamilan hingga fase pertumbuhan anak sebagai salah satu strategi politik untuk pengendalian stunting.

Pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Amin) melalui dokumen bertajuk "Indonesia Adil Makmur Untuk Semua" menawarkan program pendampingan ibu hamil hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak untuk menurunkan prevalensi stunting dari 21,6 persen menuju 11,0--12,5 persen pada 2029.

Penguatan dukungan bagi kader desa/kelurahan pun ditawarkan demi penanganan stunting, yakni dengan menjamin ketersediaan pangan seimbang, serta pencegahan infeksi dan perbaikan lingkungan.

Anies Baswedan menjelaskan bahwa stunting harus ditangani, bahkan sebelum seorang ibu mengandung, yakni mereka harus memiliki asupan gizi yang cukup.

"Jadi kesehatan calon ibu sudah harus dipikirkan. Satu, zat besi, dapatnya dari mana? Dari daging, dari makanan. Yang kedua adalah yodium. Yang ketiga adalah asam folat," ujarnya.

Pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya menyebut penanganan stunting dapat memastikan tercapainya kualitas sumber daya manusia (SDM).

Prabowo-Gibran menawarkan program pemberian makan siang harian dan susu kepada siswa pra-sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan pesantren.

Lalu, terdapat pemberian bantuan gizi kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia, dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan membantu ekonomi keluarga. Program ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat dengan cakupan 100 persen pada 2029.

Selain itu, Prabowo-Gibran juga mengusung Kartu Anak Sehat sebagai bagian dari program perlindungan sosial dan kesehatan sebagai penanggulangan stunting serta pencegahan terjadinya stunting dengan Program Gizi Seimbang dan Gerakan EMAS, yang merupakan singkatan dari Emak-Emak dan Anak-Anak Minum Susu.

Prabowo Subianto optimistis angka stunting bisa ditekan hingga di bawah 10 persen melalui pemberian makan satu kali saat makan siang, asalkan diberikan protein hewani yang banyak.

Adapun pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud Md. menyoroti isu stunting sebagai bagian dari program pembangunan manusia Indonesia yang unggul. Hal itu tercantum dalam visi, misi, dan program kerja bertajuk "Menuju Indonesia Unggul".

Sebagai bagian dari program terkait kesehatan jiwa dan raga, Ganjar-Mahfud itu menawarkan program dukungan gizi dan akses layanan kesehatan selama masa kehamilan dan menyusui.

Ganjar-Mahfud juga menawarkan program kesehatan untuk 1.000 hari pertama dan pasokan gizi untuk anak hingga usia 5 tahun dengan target prevalensi stunting turun di bawah 9 persen.

Dokumen tersebut juga memuat Program 1 Desa 1 Puskesmas 1 Dokter/Nakes, yang bertujuan agar rakyat mudah mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama melalui jaminan ketersediaan dokter, tenaga kesehatan, dan obat esensial.

Ganjar menilai bahwa perhatian dan penanganan terhadap ibu mengandung sampai mereka melahirkan merupakan kunci untuk mencegah stunting. Oleh karena itu, bidan, tenaga kesehatan, perangkat desa, dan seluruh pihak harus terlibat saling memantau dan membantu dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.


Protein hewani

Protein hewani memang penting dalam penurunan stunting. Studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan ada bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan yang berasal dari hewan, seperti daging, ikan, telur dan susu atau produk turunannya seperti keju, yoghurt, dan lainnya.

Penentuan tingkat kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia per kapita per hari menggunakan standar rekomendasi dari hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-11 tahun 2018 mencapai 2.100 kkal dan 57 gram protein.

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk masih rendah. Konsumsi telur antara 4--6 kg per orang per tahun, konsumsi daging kurang dari 40 gram per orang, serta konsumsi susu dan produk turunannya 0-50 kg per orang per tahun.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, konsumsi protein per kapita Indonesia sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram, tapi masih cukup rendah untuk sumber protein hewani, di mana kelompok ikan, udang, cumi, kerang sebesar 9,58 gram, daging 4,79 gram, sementara telur dan susu sebanyak 3,37 gram.

Apabila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, konsumsi daging di Indonesia masih tergolong sangat sedikit.
 
Telur merupakan sumber protein, asam amino, dan lemak sehat, sementara susu mengandung tinggi protein dan kalsium.

Perbaikan gizi masyarakat pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dengan konsumsi beragam makanan bergizi dan mengandung protein hewani setiap kali makan akan berdampak pada penurunan stunting.

Siapa pun presiden-wakil presiden yang terpilih pada Pemilu 2024, bangsa ini layak menaruh harapan besar kepada mereka untuk memangkas prevalensi tengkes.

Karena, mereka sudah memaparkan visi misi untuk membangun generasi bermutu, dengan segala sarana, prasarana, dan fasilitas yang bakal direalisasikan.









 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024