Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia akan tetap menyampaikan usulan gencatan senjata dan upaya mendorong proses damai guna menyelesaikan kasus Lebanon dalam sidang darurat Organisasi Konferensi Islam (OKI) mendatang. "Yang kita lihat tidak ada proses damai sehingga rakyat tidak melihat secercah harapan tentang bagaimana masa depan mereka (rakyat Lebanon-Red). Jadi solusi damai harus kita hidupkan," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda di Gedung Departemen Luar Negeri (Deplu) Jakarta, Rabu, menjelang keberangkatannya ke Malaysia. Sebagai reaksi atas serangan brutal Israel atas kota Qana di Lebanon pada Minggu (31/7) yang mengakibatkan puluhan anak-anak meninggal, OKI memutuskan untuk menggelar sidang darurat di Kuala Lumpur, Malaysia pada 3 Agustus 2006. Menlu mengatakan, yang paling mendesak untuk dilakukan saat ini adalah gencatan senjata dan itu bukan kewenangan OKI melainkan PBB. "Yang kedua adalah bantuan kemanusiaan seperti obat-obatan, makanan, dan peralatan medis untuk rakyat Palestina dan Lebanon," ujarnya. Indonesia, kata Menlu, juga akan mengusulkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di Palestina dan Lebanon. "Di Gaza, kita tahu pembangkit energinya cuma satu dan itu di bom, bagaimana rumah sakit beroperasi," katanya. Untuk mencegah jatuhnya korban sipil yang makin banyak, Pemerintah Indonesia juga mendorong upaya proses damai untuk dilanjutkan. Sementara itu melalui Juru Bicaranya, Muhammad Ismail Yusanto, Hitzbut Tahrir Indonesia (HTI) meminta agar Pemerintah Indonesia mengimbau para negara anggota OKI mengirimkan pasukan ke Lebanon di bawah bendera OKI. "Kami sampaikan kepada Menlu agar negara-negara Muslim mengirimkan pasukan ke sana (Lebanon --red). Kami minta beliau menyampaikan ini ke negara-negara Muslim yang lain," katanya. Jika negara anggota OKI yang berjumlah 57 negara itu masing-masing mengirimkan minimal satu batalyon, maka sudah ada lebih dari 50 batalyon, katanya. "Itu adalah jumlah yang cukup besar untuk dapat menghentikan agresi biadab Israel," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006