Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebut, strategi penetapan harga dapat membantu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat mempertahankan bisnisnya di platform niaga elektronik atau e-commerce.

Eko menyampaikan, tidak semua konsumen tertarik dengan harga yang sangat murah. Menurutnya, konsumen tidak akan membeli produk yang harga jualnya lebih rendah dari ongkos kirimnya.

"Riset big data Indef menggambarkan harga produk di atas Rp100 ribu, terjual lebih tinggi dibanding yang di bawah Rp100 ribu. Misalnya casing HP (handphone) Rp15 ribu, ada yang beli tapi untuk grosir, pembeli-pembeli tertentu butuh yang bukan di harga itu," ujar Eko dalam diskusi daring "Transformasi UMKM Menggenggam Peluang Digital" di Jakarta, Kamis.

Eko mengatakan, pelaku UMKM perlu diberi pelatihan dan pendampingan untuk menentukan strategi harga jual. Produk yang dijual dengan harga terlampau murah, tidak selamanya disukai konsumen dan dapat dicurigai sebagai barang palsu.

Lebih lanjut, pelaku UMKM harus mengetahui dan mencari informasi harga yang sesuai dengan selera pasar di niaga elektronik.

"Itu akan membantu UMKM bisa fit dengan selera pasar di marketplace. Treatment juga harus dibedakan antara usaha mikro, kecil dan menengah," kata Eko.

Sementara itu, berdasarkan hasil studi Indef pada Desember 2023 berjudul "Peran Platform Digital terhadap Pengembangan UMKM di Indonesia", menyebut platform digital bantu UMKM meningkatkan pendapatan dan mendorong pembukaan lapangan pekerjaan baru.

Hasil survei terhadap 254 pelaku UMKM yang tersebar di Pulau Jawa serta beberapa wilayah di luar Pulau Jawa, menunjukkan UMKM mengalami peningkatan omzet tahunan dan berhasil menciptakan lapangan kerja baru, setelah mulai melakukan digitalisasi dalam bisnisnya.

Sejumlah 88,37 persen pelaku UMKM yang sebelumnya hanya berjualan offline mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan setelah melakukan digitalisasi bisnis. Sebanyak 66,28 persen diantara UMKM tersebut mengalami kenaikan omzet rata-rata tahunan hingga 50 persen.

Pelaku UMKM yang telah menerapkan digitalisasi bisnis sejak awal membuka usaha juga mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan. 99,40 persen responden UMKM dalam kategori ini mengalami peningkatan omzet rata-rata tahunan dibanding dengan awal mula mereka memulai usaha.

Kemudian, 87,50 persen diantara UMKM tersebut mengalami kenaikan omzet rata-rata tahunan hingga 50 persen.

Lebih lanjut, setelah melakukan digitalisasi, sebanyak 24,42 persen pelaku UMKM yang sebelumnya hanya berjualan secara offline mengalami penambahan jumlah tenaga kerja. Sebanyak 71,43 persen diantara UMKM tersebut berhasil menambah tenaga kerja hingga 2 orang.

Penambahan tenaga kerja juga dialami oleh pelaku UMKM yang telah menerapkan digitalisasi bisnis sejak awal membuka usaha.

25,60 persen responden UMKM dalam kategori ini menyatakan mengalami penambahan jumlah tenaga kerja dibanding dengan awal mula saat memulai usaha. 69,05 persen diantara UMKM tersebut mengalami penambahan tenaga kerja hingga dua orang.

Baca juga: Indef: Sektor teknologi punya potensi picu “greenflation” bagi RI
Baca juga: RI kirim 48 peserta pada gelaran UMKM Merdeka Export 2023 di Malaysia
Baca juga: UMKM binaan SPJM Pelindo ramaikan bisnis kuliner di Kota Makassar

 

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024