Jadi mestinya dilakukan penyidikan, tetapi tidak pernah digunakan
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan potensi malaadministrasi pelayan publik Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dalam menangani laporan masyarakat yang menjadi korban perdagangan berjangka komoditas (PBK).

"Dari modus-modus PBK yang menyebabkan kerugian masyarakat, kami berhipotesis jadi di dalam menyelesaikan persoalan hukum tadi jangan-jangan memang ada malasdministrasi," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam acara sarasehan Ombudsman RI bertajuk "Tantangan dan Strategi Penegakan Hukum serta Aspek Perlindungan Hukum terhadap korban Perdagangan Berjangka Komoditi" yang berlangsung secara hybrid di Jakarta, Jumat.

Yeka menyebut bentuk malaadministrasi yang ditemukan adanya dugaan pengabaian kewajiban hukum dalam melaksanakan kewajiban penyidikan.

Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi mengamanatkan peran Bappebti sebagai lembaga super power dalam membuat, mengembangkan, membina dan menegakkan hukum.

Amanat Pasal 68 ayat (1) dalam undang-undang terkait PBK disebutkan bahwa Pejabat Pegawai negara Sipil tertentu di lingkungan Bappebti diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang PBK berdasarkan kententuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

"Jadi mestinya dilakukan penyidikan, tetapi tidak pernah digunakan," ucap Yeka.

Dari pemeriksaan Ombudsman RI, kata Yeka, hasil laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI terkait PBK periode 2021- 2024 sebanyak 29 laporan. Dari jumlah tersebut, 18 laporan dalam tahap pemeriksaan, 3 laporan ditutup, empat laporan tidak memenuhi syarat, tiga laporan tahap monitoring dan satu laporan tahap verifikasi formil.

Kemudian, ada tujuh pialang berjangka dari 63 pialang yang dilaporkan bermasalah. Yakni, PT MAF, PT BF, PT RFB, PT GKIB, PT EWF dan PT MIF & SAM. Dengan total kerugian materiil yang dialami pelapor Rp 68,5 miliar.

"Rata-rata pialang berjangka yang dilaporkan tidak banyak. Pialang se Indonesia ada 63. Dari 63 itu, tujuh yang dilaporkan, sebetulnya Bappebti bisa fokus di tujuh ini saja," ujar Yeka.

Selain itu, durasi penanganan laporan yang masuk ke Bappebti membutuhkan 600 hari. Tindak lanjut penanganan, dari 15 laporan yang diperiksa Ombudsman, sebanyak enam laporan dikenakan sanksi administratif (40 persen), tiga laporan tahap pemeriksaan (20 persen), dua laporan tahap jadwal pemeriksaan, dua laporan tahap evaluasi, satu laporan tahap menunggu gelar kasus dan satu laporan lagi menunggu putusan kasasi.

"Tindak lanjut yang dilakukan Bappebti hanya sampai pada tahap pemberian sanksi administrasi dan tidak pernah melakukan penyidikan," ungkap Yeka.

Padahal, lanjut dia, harapan pelapor hanya dua, yakni Bappabti melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana perdagangan komoditas dan menginginkan adanya pengembalian dana atas kerugian materiil yang dialami.

Dugaan malaadministrasi lainnya yang ditemukan, yakni pengabaian kewajiban hukum dalam melaksanakan kewenangan pengawasan preventif.

Bappebti, kata Yeka, tidak menjalankan fungsi pengawasan preventif atas dugaan tindak pidana PBK, terlihat dari banyaknya pialang berjangka yang sama yang dilaporkan oleh para pelapor ke Ombudsman RI.

"Kemudian penundaan berlarut dalam layanan sistem pengadaan online atau daring yang akhirnya orang merasa lama. karena lelah, mengadu ke Ombudsman. Harapannya cepat ternyata masuk ke Ombudsman pun seperti masuk ke lubang yang sama, lama pula penanganan-nya," ujar Yeka.

Yeyka berharap, koreksi ini dapat menjadi masukan bagi Bappebti untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, dengan tidak hanya menjatuhkan sanksi administratif saja kepada pialang berjangka yang dilaporkan.

Karena dilihat dari modus-modus pialang berjangka kepada masyarakat, dengan mengiming-iming keuntungan yang fantastik; dirayu, dipaksa secara tidak sadar, agar menandatangani perjanjian; mengelola akun nasabah; dicurangi dengan cara direject, split, delay dan offset by system (OBS).

Untuk itu sarasehan ini menghadirkan narasumber dari Bappebti untuk mendengarkan persoalan-persoalannya, serta dari Mabes Polri dan Kejaksaan Agung untuk mendengarkan penanganan hukum untuk kasus PBK tersebut.

"Semoga di Jumat berkah ini, hati yang tertutup bisa terbuka, mulut yang terkunci bisa terbuka," harap Yeka.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024