"Pemanfaatan AI yang semakin beragam dapat meningkatkan resiko penyalahgunaan," kata Andre dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dikarenakan saat ini penggunaan AI belum diatur dalam sebuah payung hukum yang cukup kuat, hanya ada dalam bentuk etika atau soft regulation, maka dalam hal ada peristiwa pelanggaran hukum memiliki kekuatan koersif dan ketiadaan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan akibat penggunaan AI.
Sejak OpenAI merilis ChatGPT pada akhir tahun 2022, dunia telah dihebohkan dengan perbincangan tentang generative artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan generatif dan masa depan yang dapat diciptakannya.
Walaupun membantu dalam sejumlah pekerjaan manusia, namun kekhawatiran atas munculnya dampak negatif AI menggema.
"Di Indonesia, masih terdapat isu dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan atau kerugian yang disebabkan oleh penggunaan AI," katanya.
"Kegagalan AI yang dapat memberi dampak negatif menimbulkan pertanyaan: apakah AI secerdas yang kita bayangkan? Haruskah teknologi dengan kecerdasan yang mendekati manusia tetapi tidak memiliki pedoman moral bisa berkuasa di dunia?” katanya.
Hal inilah yang menjadi asal mula perdebatan mengenai pentingnya regulasi AI. Khusus di Indonesia, menurut Andre Rahadian yang juga Kepala TMT Group Sektor Asia dari Dentons, firma hukum global, Pemerintah didorong untuk segera membuat kebijakan komprehensif tata kelola AI.
Uni Eropa, Amerika Serikat, China, serta Brasil telah melakukan pengaturan AI, ada yang berupa executive order untuk mengidentifikasi potensi dan risiko AI serta mekanisme pengawasan agar tidak mengurangi hak fundamental warga. Selanjutnya EU AI Act menekankan prinsip human-centric.
Di Indonesia, peraturan yang berlaku saat ini yang relevan dengan penggunaan AI, antara lain ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSE), Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (Permen PSE), serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
Baca juga: Chatbot AI Google Bard akan hadir di Google Message
Baca juga: Gunakan AI, proses retur barang Blibli lebih cepat hampir 50 persen
Baca juga: Yarsi dan BRIN kolaborasi kembangkan pelayanan kesehatan berbasis AI
Pewarta: Tasrief Tarmizi
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024