Istanbul (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Rabu, mengatakan bahwa blok ekonomi BRICS tidak bermaksud menciptakan mekanisme untuk "kediktatoran baru mayoritas dunia."

"Dalam semua tindakan, pernyataan, deklarasi dan praktik kami, semua negara kami selalu menekankan bahwa kami terbuka kapan saja untuk melakukan dialog yang jujur dan setara," kata Lavrov dalam pidatonya pada pertemuan pejabat negara-negara BRICS di Moskow.

BRICS terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Iran, Mesir, Arab Saudi dan Ethiopia.

Menurut Lavrov, pendekatan jujur sudah lama tidak terlihat dari para pemimpin negara-negara Barat. Kesetaraan adalah "kualitas langka yang jelas-jelas tidak banyak tersedia," katanya, menambahkan.

Lavrov lebih lanjut mengatakan bahwa AS, serta pihak-pihak yang "mengendalikan sistem moneter dan keuangan global," telah membuktikan "ketidakmampuan mereka bernegosiasi dan tidak dapat diandalkan."

"Ternyata semua prinsip suci pasar bebas bisa direnggut dalam semalam dan diubah menjadi instrumen pemaksaan bagi mereka yang tidak disukai Washington saat ini. Nasib seperti ini bisa menimpa negara mana pun," kata Lavrov.

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa proses integrasi regional seperti BRICS telah meningkat dalam kondisi tersebut.

Lavrov juga menambahkan bahwa blok itu adalah "sesuatu seperti jaringan kerja sama" yang akan "memajukan harmonisasi dan pengembangan integrasi di negara-negara mayoritas di dunia pada tingkat global."

Ketika mengomentari kepemimpinan Rusia di blok tersebut tahun ini, Lavrov mengatakan Moskow akan memberi perhatian besar kepada negara-negara yang telah memutuskan untuk menjalin kemitraan dengan organisasi tersebut.

"Aksesi anggota baru ke BRICS memperkuat kemitraan strategis dan posisi internasional asosiasi kami," kata Lavrov.

"BRICS sepenuhnya mampu membentuk agenda global, secara konsisten membela kepentingan mayoritas dunia, menawarkan visinya tentang kontur tatanan dunia di masa depan, berdasarkan peristiwa-peristiwa objektif, perkembangan objektif," ujarnya. 

"... dan bukan pada skema yang dirancang secara artifisial untuk memperlambat perkembangan umat manusia," katanya, menambahkan. 

Sumber: Anadolu


Baca juga: Menlu sebut Indonesia masih kaji keuntungan gabung BRICS

Baca juga: Lebih dari 60 Negara Berpartisipasi di Ajang BRICS+ Fashion Summit 2023


 

Jokowi serukan penghormatan hukum internasional dan HAM di KTT BRICS


 

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024