Bandung (ANTARA) - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyarankan agar distribusi minyak goreng bersubsidi menggunakan jalur pemerintah yakni lewat Bulog dan ID Food, dan​​​​​ tidak diberikan ke swasta demi menghindari harga yang terdistorsi.

Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga di Bandung, Kamis, mengusulkan penyaluran minyak goreng bersubsidi yakni minyak curah dan minyakita ke konsumen, bisa dilakukan dengan menugaskan Perum Bulog dan ID Food yang dinilainya akan menjalankan karena penugasan.

Sementara sumber dana subsidi, lanjut dia, bisa disalurkan ke distributor pemerintah, kata dia, berasal dari pungutan sawit yang dikelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Agar distorsi harga ini tidak terjadi, sebaiknya produk makanan seperti minyak, atau apa pun yang bersubsidi disalurkan melalui jalur-jalur pemerintah, jangan diberikan ke swasta, karena swasta itu pikiran dagang, gak ada cuan gak mau. Sementara kalau pemerintah, karena ada penugasan maka mereka akan jalankan," kata Sahat dalam workshop Industri Hilir Sawit bertema Perkembangan dan Kontribusi Industri Hilir Sawit bagi Perekonomian Indonesia.

Baca juga: DMSI usulkan pembentukan badan khusus perkelapasawitan nasional

Ia mencontohkan dalam distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, di mana Pertamina dari hulu ke hilir menjaganya dengan segenap hati karena mendapat penugasan dan hendaknya diterapkan pada minyak goreng bersubsidi.

"Seharusnya antarpemerintah bisa kerja sama untuk minyak goreng, yakni Kemendag, Bulog, ID Food, duduk bersama di bawah Kemenko Perekononomian, putuskan, ini harga subsidi disalurkan di sini. Jadi subsidi kasih pada lembaga pemerintah seperti Bulog dan ID Food, bukan pabrik yang pasti jual harga pasar karena bukan institusi sosial," ucap Sahat.

Apabila skema ini dijalankan, Sahat menilai jaminan harga dan ketersediaan minyak goreng akan terjamin termasuk menghadapi Idul Fitri 2024.

"Sebaiknya segera dijalankan itu agar tidak ribut lagi seperti 2022. Sehingga, ekspor sawit juga akan lancar, dan tidak tersendat," kata Sahat.

Di sisi lain, terkait dengan peningkatan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai bahan baku minyak goreng yang berada pada posisi Rp11.700 per kilogram (kg), Sahat menilai harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah dan minyakita yang berlaku saat ini Rp14 ribu per liter belum perlu dinaikkan.

Baca juga: DMSI minta pemerintah permudah impor barang modal tidak baru

Karena, menurut Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) ini, hal tersebut hanya bersifat sementara akibat banjir di sentra perkebunan sawit, seperti Riau serta sebagian wilayah Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Jambi yang membuat suplai tandan buah segar (TBS) dari kebun ke pabrik kelapa sawit agak tersendat, sementara dari pabrik ke pelabuhan tetap lancar.

"Situasi itu membuat stok minyak sawit di pabrik-pabrik rendah sekali maka orang melihat itu sehingga harga naik sampai Rp12 ribuan.

Tapi, menurut BMKG, Maret nanti kondisi normal lagi, sehingga turun, sekarang sudah turun, Rp11.700 per kg. GIMNI melihat, harga CPO masih Rp11.500-11.700 per kg dan harga minyak (goreng) di lapangan Rp14 ribuan per kg itu masih oke," ucap Sahat.

Menurut Sahat, selama ini, produsen minyak goreng tidak menangani hingga sampai distribusi ke konsumen namun fokus pada produksi.

"Pedagang yang melihat ini (harga CPO), karena ingin untung ya berinisiatif menaikkan harga. Dan ini mungkin yang dilihat Kementerian Perdagangan (Kemendag), kita bantu lebih bagus, kenapa tidak, jadi produsen tidak ikut.

Namun selama masih subsidinya tidak ke lembaga pemerintah distorsi akan terus timbul, ada harga di atas, ada harga di bawah," tutur Sahat.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024