Tidak semua negara target ekspor itu terus-terusan mengalami penurunan sehingga mengganggu ekspor, buktinya ada sejumlah negara yang permintaan ekspornya meningkat,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) Ina Primiana mengatakan pemicu defisit perdagangan tak sepenuhnya bersumber dari eksternal, yakni menurunnya permintaan negara tujuan ekspor. 

"Tidak semua negara target ekspor itu terus-terusan mengalami penurunan sehingga mengganggu ekspor, buktinya ada sejumlah negara yang permintaan ekspornya meningkat," katanya dalam diskusi "Penyebab Krisis Nilai Tukar dan Dampaknya terhadap Ekonomi Nasional" di Jakarta, Jumat.

Ina menyebutkan, negara-negara yang mulai menunjukkan kenaikkan permintaan ekspor, antara lain China, Jepang dan Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Inggris dan negara Eropa lainnya.

"Untuk India, memang mengalami penurunan," katanya.

Dia menjelaskan defisit perdagangan lebih dipicu kurang otimalnya pemanfaatan sumber daya domestik yang memiliki nilai tambah.

"Sumber daya domestik ini berpotensi menarik devisa lebih besar dengan mengekspor barang yang memiliki `value-added` (nilai tambah), mengembangkan sektor jasa dan pariwisata," katanya.

Menurut dia, karena kegiatan importasi lebih banyak dilakukan, maka jasa yang banyak dimanfaatkan, yakni jasa asing.

Dia menyebutkan cadangan devisa terhitung hingga Agustus 2013, yakni tersisa 92,67 miliar dolar AS dan sebesar 55,7 persen dari devisa tersebut digunakan untuk membayar utang jangka pendek.

Dia menuturkan jika impor dibiarkan akan berakibat pada menurunnya produksi dan kapasitas di dalam negeri karena tidak adanya perencanaan jangka panjang untuk mememuhi kebutuhan dalam negeri, seperti kedelai, jagung dan migas.

"Kita cenderung melihat impor sebagai jalan keluar dan luput untuk solusi jangka panjang, pokoknya impor," katanya.

Menurut Ina, menjamurnya supermarket, mall dan gerai-gerai yang sebagian besar menjual barang-barang impor juga mempengaruhi defisit perdagangan.

"Kalangan masyarakat dari kelas manapun akan membeli, karena harganya cenderung murah dan lengkap," katanya.

Dia juga mengimbau untuk memperhatikan kemampuan domestik dalam perjanjian perdagangan internasional (FTA) terkait daya saing dengan produk asing.

Ina juga menjelaskan defisit perdagangan juga dipicu karena naiknya inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, hari raya idul fitri, tahun ajaran baru, tidak dimilikinya manajemen persediaan (perencanaan dan pengawasan) untuk komoditas-komoditas pangan dan kenaikan harga pangan dunia.

"Harga pangan dunia ini yang sangat mengganggu, seharusnya kita punya manajemen stok atau ketersediaan. Selain itu, fundamental ekonomi kita harus dijaga," katanya.

(J010/B008)

Pewarta: Juwita TR
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013