Kedua, mengurangi ketergantungan impor dan mendorong hilirisasi dengan menerapkan sistem manajemen rantai pasok,"
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (LP3E Kadin) mengusulkan solusi untuk mengatasi krisis ekonomi dari sisi ketersediaan, terutama dari dalam negeri bukan impor.

Dalam diskusi yang bertajuk "Penyebab Krisis Nilai Tukar dan Dampaknya terhadap Ekonomi Nasional" di Jakarta, Jumat, anggota LP3E Kadin Ina Primiana menyebutkan sembilan poin untuk mengatasi krisis dari sisi ketersediaan.

Pertama, Ina menyebutkan, memperkuat industri dalam negeri dengan menghilangkan berbagai hambatan, seperti inefisiensi birokrasi, infrastruktur, konektivitas,masalah buruh dan fokus pada perbaikan kualitas, peningkatan teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang produktif, inovasi, penelitian dan pengembangan serta stimulus dan insentif.

Menurut dia, insentif dan stimulus yang berbasis harga hanya menguntungkan bagi produsen.

"Kedua, mengurangi ketergantungan impor dan mendorong hilirisasi dengan menerapkan sistem manajemen rantai pasok," katanya.

Ketiga, lanjut dia, mengedukasi masyarakat untuk mengurangi belanja barang impor dan mencintai produk dalam negeri.

Keempat, membangun basis produksi pangan di daerah secara merata dengan dukungan konektivitas.

"Kelima, memperbaiki sistem logistik yang terintegrasi, terutama transportasi gudangm, pelabuhan. Itu yang sudah pasti," katanya.

Keenam, mengembangkan teknologi dan manajemen persediaan untuk mengantisipasi pasokan dengan meminimalisasi impor.

Ina menyebutkan nilai impor hingga Agustus 2013 mencapai 111.18 miliar dolar AS atau defisit -5.65 miliar dolar AS dibandingkan dengan nilai ekspor sampai Agustus 2013, yakni hanya mencapai 106,86 miliar dolar AS.

Ketujuh, dia melanjutkan, yakni membuat aturan yang berpihak dan mendorong pengusaha lokal berperan dengan memperbaiki iklim usaha yang kondusif.

"Sekarang ini dunia usaha banyak yang enggak pasti karena BI Rate, inflasi dan kurs rupiah yang naik apalagi dipusingkan dengan tuntutan upah," katanya.

Kedelapan, dia mengimbau agar tidak perlu melakukan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara-negara mitra yang terus merugi.

"Kerugian ini tidak boleh didiamkan dengan tingginya ekspor barang primer, sebaiknya Indonesia tidak perlu melakukan FTA baru," katanya.

Kesembilan, yakni mengatur pembelian valas dalam jumlah besar.
(J010/B012)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013