PBB, New York (ANTARA News) - Tuntutan Lebanon, Ahad, agar dilakukan perubahan dalam resolusi PBB mengenai konflik Timur Tengah menunda upaya menjamin pemungutan suara secara cepat tentang tindakan yang menyerukan "penghentian penuh semua permusuhan". Lebanon meminta rancangan resolusi AS-Perancis secara khusus menetapkan bahwa "tentara Israel harus meninggalkan Lebanon selatan segera setelah pertempuran berhenti". Israel, yang telah melancarkan agresi militer di negara tetangganya tersebut, belum menyatakan apakah negara Yahudi itu menerima atau menolak resolusi yang diusulkan tersebut. Amerika Serikat dan Perancis telah melancarkan kontak intensif denga Lebanon dan Israel agar keduanya menerima rancangan itu. Duta besar AS dan Perancis juga ikut melancarkan upaya seperti yang dilakukan tiga anggota tetap lain Dewan Keamanan (DK) PBB -- Inggris, China dan Rusia -- bagi pembicaraan Ahad. Tetapi belum ada pernyataan mengenai apakah rancangan teks tersebut akan diubah lagi atau kapan pemungutan suara akan dilakukan bagi pengesahan rancangan itu. Wakil Lebanon di PBB Nouhad Mahmoud mengatakan perubahan yang diusulkan diajukan ke pertemuan tingkat staf ahli DK PBB, Ahad. Teks saat ini tersebut tak menyerukan penarikan Israel, dan hanya menyerukan "penghormatan penuh Jalur Biru" -- perbatasan tak resmi antara Lebanon dan Israel. Lebanon menyatakan usul AS-Perancis itu mesti diubah untuk memerintahkan Israel "menghentikan permusuhan serta menyerahkan posisi yang dikuasainya di Lebanon kepada UNIFIL dan menarik pasukannya ke belakang Jalur Biru". Menurut usul tersebut, dalam waktu 72 jam setelah gencatan senjata disepakati, Pasukan Sementara PBB (UNIFIL) akan menyerahkan zona penyangga di Lebanon selatan kepada militer Lebanon. Zona itu terletak di antara Jalur Biru dan Sungai Litani. Mahmoud mengatakan Lebanon juga mengingini pasukan internasional di Lebanon selatan memainkan lebih banyak peran pendukung bagi Angkatan Bersenjata Lebanon saat mereka berusaha menguasai wilayah selatan negeri tersebut -- tempat Hizbullah sekarang dominan. DK PBB, yang memiliki 15 anggota, menerima rancangan resolusi AS-Perancis, Sabtu, menyusul satu pekan pembiraan. DK itu dijadwalkan bertemua Senin guna membahas krisi Timur Tengah. Menyusul pertemuan duta besar kelima anggota tetap DK, utusan Rusia Vitaly Churkin berkata, "Saya kira tak ada tongkat sihir yang akan dapat menyelesaikan keberatan." Namun ia menyeru Lebanon dan dunia Arab untuk "membaca rancangan resolusi ini secara sungguh-sungguh". "Dan saya kira jika mereka melakukannya, mereka akan melihat banyak di dalamnya yang menyangkut kepentingan Lebanon," katanya, seperti dilaporkan AFP. Redakan keprihatinan Lebanon Menteri Luar Negeri Perancis Philippe Douste-Blazy menyatakan pemerintahnya mengadakan kontak dengan Lebanon dan Israel mengenai resolusi itu. "Tentu saja, kami memperhatikan tuntutan dari Perdana Menteri Lebanon (Fuad Siniora). Saya berbicara dengan dia beberapa jam lalu melalui telefon," kata Douste-Blazy kepada radio Perancis. Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice juga berusaha meredakan keprihatian Lebanon. "Tak seorang pun ingin melihat Israel selamanya berada di Lebanon. Tak seorang pun ingin melakukan itu. Israel tak menginginkannya, Lebanon tak menginginkannya, jadi saya kira di sini ada dasar untuk bergerak maju," katanya. Rice juga menunjukkan kekecewaan terhadap penentangan terhadap rancangan resolusi tersebut dari Lebanon dan Israel. "Saya hanya ingin mengatakan, mari lah melakukan pemungutan suara lalu kemudian akan ada kewajiban oleh Lebanon dan oleh Israel untuk mematuhi resolusi itu," katanya kepada stasiun televisi ABC. Penasehat Keamanan Nasional AS Stephen Hadley mengatakan Washinton memperkirakan pemungutan suara bagi resolusi tersebut paling lambat dilakukan Selasa pagi, lalu diikuti dalam "beberapa hari" oleh tindakan kedua guna menetapkan penggelaran pasukan multinasional. (*)

Copyright © ANTARA 2006