Para terpidana itu dituduh berkomplot untuk melancarkan serangan bunuh diri terhadap Hadi
Sanaa (ANTARA News) - Sebuah pengadilan Yaman hari Minggu menghukum tiga militan Al Qaida antara satu dan tujuh tahun penjara karena berencana membunuh Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan duta besar AS.

Pengadilan di Sanaa itu, yang khusus menangani kasus-kasus terorisme, membebaskan terdakwa keempat atas tuduhan yang sama karena masa penahanan sudah dijalaninya di penjara, kata seorang koresponden AFP.

Para terpidana itu dituduh berkomplot untuk melancarkan serangan bunuh diri terhadap Hadi dengan menggunakan sebuah kendaraan yang dipasangi bom, menurut dakwaan yang dibacakan oleh hakim ketua Hilal Mahfal.

Namun, pembom bunuh diri yang akan melancarkan serangan itu malah ditugasi menjalankan operasi lain oleh seorang pemimpin Al Qaida.

Pelaku itu meledakkan dirinya pada 21 Mei 2012 di sebuah lapangan di Sanaa pusat, menewaskan hampir 100 prajurit yang mengambil bagian dalam parade militer memperingati penyatuan Yaman pada 1990, kata Mahfal.

Serangan itu merupakan pemboman terbesar di Sanaa sejak Hadi, yang berulang kali berjanji memerangi Al Qaida, mulai berkuasa pada Februari 2012.

Para terdakwa juga memantau pergerakan Duta Besar AS untuk Yaman Gerald Feierstein "untuk bersiap-siap membunuhnya", kata dakwaan itu.

Puluhan aparat keamanan dan militer dibunuh dalam dua tahun terakhir di Yaman, banyak diantaranya akibat ledakan bom yang dipasang di mobil mereka atau ditembak oleh penyerang berkendaraan, yang sering dituduhkan pada Al Qaida Yaman dan sekutunya.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di kawasan tersebut, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
(M014)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013