Jakarta (ANTARA News) - Dua pengamat politik internasional Universitas Indonesia (UI) menilai penolakan Lebanon atas draf resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digagas Amerika Serikat (AS) dan Prancis untuk segera menghentikan agresi Israel wajar karena tidak ada kejelasan kapan negara Zionis itu keluar dari wilayah selatan negara itu. Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP UI Cecep Hidayat, di Depok, Jabar, Senin, mengatakan, draf resolusi yang ditawarkan dua negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan konflik di Timur Tengah (Timteng) itu tidak memberikan kejelasan sehingga wajar jika Lebanon menolaknya. "Draf itu tidak memberikan kejelasan apakah Israel harus keluar atau tidak dari Lebanon sehingga hal itu mengkhawatirkan Lebanon," katanya. Menurut dia, Pemerintah Lebanon juga mengkhawatirkan adanya agenda tersembunyi AS yang selama ini merupakan pendukung utama Israel. Cecep mengatakan, ia dapat memahami kekhawatiran Lebanon itu karena dalam agresi yang dilancarkan tentara Israel kepada rakyat negeri itu sejak 12 Juli lalu, pasokan persenjataan negara Zionis itu berasal dari AS. Bahkan, ada yang berspekulasi bahwa sebenarnya agresi Israel itu telah dipersiapkan sejak lama untuk agenda yang lebih besar lagi, katanya. Pandangan senada juga pernah disampaikan Ketua Departemen Hubungan Internasional FISIP UI Hariyadi Wiryawan. Menurut dia, agresi Israel sebenarnya dimaksudkan untuk masuk lebih dalam lagi ke Suriah dan Iran. Selain itu, Hizbullah pun sengaja terus ditekan agar ada alasan bagi Israel untuk meneruskan agresinya. Dalam pandangan Cecep, langkah yang seharusnya ditempuh adalah bukan hanya menghentikan peperangan tetapi juga mendesak Israel untuk keluar dari Lebanon. "Kini, Israel telah meluaskan serangannya tidak hanya ke Lebanon Selatan yang memang dikenal sebagai basis Hizbullah, tetapi juga hingga ke Lebanon Barat," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006