Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum PB Nahdatul Ulama (NU), Abdurrahman Wahid, menyarankan masyarakat agar tidak terlalu mempersoalkan fatwa PB NU terkait Infotainment karena fatwa tersebut bukan merupakan satu-satunya kebenaran, "Menurut saya fatwa PB NU tersebut tidak usah terlalu dipermasalahkan," kata Gus Dur di Jakarta, Senin, saat syukuran atas kepulangannya dari berobat di Bangkok, Thailand. Menurut Gus Dur hampir setiap fatwa dikeluarkan selalu memunculkan pendapat atau tanggapan yang berbeda-beda sehingga fatwa tertentu tidak bisa dinyatakan sebagai kebenaran tunggal termasuk fatwa PB NU soal infotainment. Soal Fatwa itu bukan hal sakral yang harus dipertahankan mati-matian. PB NU punya pendapatnya sendiri, orang lain juga punya pendapatnya sendiri dan perbedaan dalam menghukumi sesuatu hal tentunya bukanlah yang aneh. Gus Dur mencontohkan salah satu Imam Mahdab, Imam Safei pernah berbeda pendapat dengan gurunya dan masing-masing memegang pendapatnya sendiri-sendiri. Di dalam NU sendiri, kata Gus Dur, dulu almarhum Kiai Bisry Samsuri pernah mengharamkan perempuan bermain drum band. Namun sekarang justru drum band kebanyakan dilakukan oleh kaum perempuan termasuk perempuan NU sendiri. Mengenai infotainment sendiri Gus Dur menyatakan tidak ingin me-generalisir semua isi tanyangan infotainment itu buruk. "Infotainment itu seperti TNI. Saya tidak mau me-generalisasi TNI. Misalnya, TNI itu tidak baik, TNI tidak boleh masuk pemerintahan. Yang kita tolak itu militerisme, bukan hadirnya militer dalam pemerintahan," katanya. Lebih lanjut Gus Dur mengatakan ia merasa heran karena banyak persoalan lain yang lebih perlu mendapatkan perhatian termasuk oleh NU seperti persoalan pendidikan, kesehatan dan kemiskinan, tapi NU justru memilih membahas infotainment. "Saya heran, NU kayak ngak ada persoalan yang perlu dibicarakan. Padahal kemelaratan, kebodohan, kesehatan masih menghantui kita. Semuanya gak karuan, kok tidak itu yang dibicarakan, malah infotainment," katanya. Mengenai fatwa sendiri, Gus Dur juga mempertanyakan apakah pihak di PBNU yang mengeluarkan fatwa haram atas infotainment tersebut sudah berhak untuk menyandang kedudukan sebagai ahli fatwa. "Kalau belum berarti itu palsu," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006