Mempermudah pencapaian kepentingan nasional

Perubahan pun terjadi di Qatar, termasuk berdirinya saluran televisi Al Jazeera yang merupakan media paling independen di Timur Tengah dan alternatif untuk bias informasi dari media asing di kawasan ini.

Sadar tak bisa terus mengandalkan minyak dan bahwa kekayaan minyak harus dimanfaatkan untuk melanggengkan eksistensi dan meluaskan pengaruh Qatar, penguasa negara ini membentuk badan pengelola dana, Qatar Investment Authority (QIA) pada 2005.

Lengan investasi Qatar itu merambah ke mana-mana di seluruh dunia, termasuk olah raga, mulai dari membeli klub olahraga raksasa seperti Paris Saint Germain, sampai mensponsori ajang-ajang olahraga internasional.

Ayahanda Sheik Hamad sebenarnya sudah menjadikan olahraga sebagai poros pembangunan sosio-ekonomi Qatar, pada 1995.

Tujuan itu berpangkal pada dua hal, yakni mendorong warga Qatar gemar berolahraga, dan menegaskan posisi Qatar dalam diplomasi internasional dengan menyelenggarakan lewat ajang-ajang besar olahraga.

Di zaman sang ayah, Qatar menggelar turnamen internasional pertamanya, Doha Open yang merupakan turnamen tenis putra, pada 1993, yang disusul era sang putra dengan turnamen tenis edisi putri pada 2001.

Setelah itu, Qatar menyelenggarakan liga atletik dunia Diamond League, Asian Games 2006, hingga Kejuaraan Dunia Atletik 2019.

Rangkaian event itu mendorong Qatar bertambah percaya diri sampai berani melamar menjadi tuan rumah Olimpiade 2016 dan 2020. Sayang, semuanya gagal.

Tetapi mereka berhasil menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 yang tuntas dengan memuaskan FIFA dan para pemangku kepentingan sepakbola global.

Qatar adalah contoh negara yang menyadari betul nilai-nilai inheren olahraga seperti universalisme dan gaya hidup sehat, yang memiliki kemampuan mengilhami manusia untuk mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari entitas nasional sehingga menjadi alat komunikasi yang efektif bagi negara itu.

Bahkan olahraga kadang diasosiasikan dengan superioritas nasional dan ideologi, seperti dilakukan Benito Mussolini pada Piala Dunia 1934, dan Adolf Hitler dalam Olimpiade 1936.

Meskipun tak boleh ada lagi manusia seperti Mussolini dan Hitler yang memanipulasi kemuliaan olahraga, para pemimpin dunia telah memandang olahraga sebagai panggung untuk menunjukkan kebesaran negaranya dan pencapaian nasionalnya, termasuk dalam bidang ekonomi.

Event-event seperti Olimpiade pun kerap menjadi saluran untuk memberi pesan kepada dunia mengenai pencapaian nasional dan ekonomi yang direngkuh sebuah negara.

Pengakuan dunia atas pencapaian nasional itu sendiri penting dalam memperkuat ikatan nasional di antara elemen-elemen bangsa di suatu negara.

Intinya, olahraga sama pentingnya dengan alat-alat nasional yang digunakan untuk memproyeksikan kekuatan dan kepentingan nasional sebuah negara, termasuk diplomasi yang dari ke hari semakin inheren dengan olahraga.

Ini pula yang disadari dan tengah dipraktikkan Qatar, yang semakin asik merawat dan mengembangkan diplomasi olahraga untuk mencapai posisi dan pengaruh global sehingga mempermudah mereka mencapai kepentingan nasionalnya, kapan pun dan di mana pun.

Baca juga: Trigol Akram Afif bawa Timnas Qatar juara Piala Asia 2023
Baca juga: Sukses paripurna Qatar pupus nestapa Piala Dunia

Copyright © ANTARA 2024