Jakarta (ANTARA News) - Kalangan dunia usaha menilai penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI rate senilai 50 basis poin dari 12,25 persen menjadi 11,75 persen belum signifikan mendongkrak pertumbuhan sektor riil, karena penurunan itu masih menimbulkan suku bunga tinggi sehingga kegiatan usaha sulit bergerak. "Sektor riil, khususnya industri, masih akan tetap terpuruk, kecuali BI berani menurunkan bunganya dibawah dua digit," kata Ketua Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI) Azis Pane kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa. Ia menyayangkan, pemerintah maupun BI menurunkan suku bunga secara bertahap dan sedikit-sedikit, sehingga pengaruhnya tidak signifikan terhadap kegiatan usaha di Indonesia. Azis, yang juga Ketua Komite Standarisasi Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, menilai bahwa pemerintah dan otoritas moneter tidak berani mengambil risiko yang besar agar kegiatan ekonomi bisa bergerak. "Kalau penurunannya cuma sedikit-sedikit hanya memancing terjadinya transaksi perdagangan, tapi belum mampu menumbuhkan kegiatan ekonomi yang lebih besar, karena suku bunga masih tinggi," ujarnya. Azis mengharapkan, pemerintah dan BI lebih berani menurunkan suku bunga sampai di bawah dua digit atau sekitar sembilan persen, sehingga dunia usaha berani pinjam uang untuk investasi dan meningkatkan transaksi. "Pemerintah tidak perlu takut kalau suku bunga rendah secara signifikan akan menyebabkan capital outflow (arus modal ke luar negeri), karena negeri kita memiliki berbagai hal mulai dari bahan baku dan lain-lain sebagai sumber usaha, hanya infrastruktur saja yang minim," kata Azis. Ia menilai saat ini pemerintah mencari jalan selamat sendiri di tengah tekanan ekonomi, sementara kegiatan usaha sulit bergerak, sehingga lapangan kerja minim dan angka pengangguran semakin tinggi. "Pemerintah harus berani ambil risiko, turunkan segera suku bunga sampai sembilan persen, baru sektor riil akan bergerak lebih cepat lagi," ujarnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006