Jakarta (ANTARA) - Film Women from Rote Island yang disutradarai oleh Jeremias Nyangoen mengajak masyarakat untuk menghentikan kekerasan seksual sekaligus lebih memperhatikan seluruh anggota keluarga.
 

“Kalau dicermati, film ini tidak hanya kekerasan seksual terhadap perempuan, saya yakin ada yang cermat. Kalau dulu kita katakan hati-hati punya anak perempuan, sekarang, anak laki-laki juga harus hati-hati. Hasil riset kecil saya itu, basic dari tema yang kita bicarakan ini adalah keluarga,” kata Sutradara Jeremias Nyangoen dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
 

Menyoroti isu perempuan dan tenaga kerja di Indonesia timur, Jeremias bercerita pembuatan skenario tercetus saat benaknya ingin membuat suatu karya bagi ibunya dan perempuan lainnya.

Baca juga: Film pendek "Homebound" rekam pengalaman pekerja migran di Taiwan

Baca juga: GoetheHaus putar film kisah pekerja migran Indonesia di Belanda

 

Butuh waktu setidaknya satu tahun delapan bulan untuk dapat menulis naskah dan menemukan lokasi syuting yang ia inginkan. Dalam kurun waktu itu pula ia harus bolak-balik Jakarta-Nusa Tenggara Timur khususnya Rote, sambil menjalankan proses perekrutan para aktor.
 

Di sana ia mencermati fasilitas pendampingan bagi para korban seperti pusat rehabilitasi sangat kurang. Lingkungan bagi para korban juga tidak kondusif, sehingga ia mengangkat fenomena tersebut untuk dijadikan pelajaran bagi masyarakat melalui audio-visual.
 

Jermias berharap melalui filmnya yang menjadi film cerita panjang terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) tersebut, penonton tidak hanya menikmati lingkungan Rote yang sangat indah, tetapi juga tidak abai terhadap mental korban dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dan kembali dalam depresi berat.
 

Ia juga berpesan agar sebaiknya masyarakat mulai membiasakan diri untuk lebih peduli dan memperhatikan aktivitas anggota keluarganya masing-masing, sebagai bentuk pendampingan dan pencegahan berbagai bentuk kekerasan seksual.
 

“Mulai hari ini, pulang ke rumah, tanya keponakan, anak, cucu, selalu dengan handphone, tidur jam berapa harus dengan cerewet. Kalau tidak, anak anda, cucu anda, keponakan anda, akan menjadi korban pelecehan bahkan mungkin dia pelakunya, tonton film ini,” ujar Jeremias.
 

Produser Rizka Shakira menambahkan jumlah kasus yang dilaporkan korban kekerasan seksual terus meningkat. Meski hukum sudah diberlakukan, sayangnya permasalahan tersebut seringkali tidak terselesaikan.
 

Menurutnya terkadang masyarakat hanya mendengar kisah korban dilecehkan baik oleh orang tua atau keluarga lainnya. Hal itu berbeda jika dilihat secara utuh, di mana dapat menimbulkan perasaan tertampar, sakit dan memahami dampak buruk kekerasan seksual secara utuh.
 

“Kekerasan seksual itu sering terjadi bahkan setiap hari kasusnya terus ada. Tetapi kok tidak selesai-selesai ya? Jika tidak dilakukan penanganan yang tepat, akan semakin parah, banyak daerah yang belum tersentuh pihak ketiga dan dipandang sebelah mata,” ujarnya.
 

Maka dari itu, melalui film yang semua pemerannya berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, ia berharap kepedulian masyarakat dapat semakin kuat dan lebih banyak pihak membantu korban untuk berani bersuara dan mendapat keadilan.
 

Berkisah tentang Mama Orpa (Linda Anoe) yang baru ditinggal mati sang suami sambil menunggu anak sulungnya Martha (Irma Rihi) yang bekerja sebagai TKI kembali ke rumah dari Sabah, Malaysia.
 

Sayangnya, kepulangan sang anak justru makin membuatnya terluka karena Martha telah mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual baik dari majikan dan orang-orang di sekitarnya.

Baca juga: Pengamat: Potensi penonton bioskop Indonesia bisa tembus 80 juta orang

Baca juga: Industri film Indonesia diprediksi sedot 60 juta penonton pada 2024

 

Pengalaman tersebut menjadi trauma bagi Martha dan berujung depresi. Di sisi lain penonton diajak untuk ikut berjuang bersama Orpa guna mendapatkan keadilan bagi anak dan seluruh perempuan di daerahnya.
 

Women from Rote Island dapat anda saksikan mulai 22 Februari 2024 di bioskop Indonesia.

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024