Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Warasman Marbun mengatakan, surat penetapan penyitaan dapat dikeluarkan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri setempat asalkan terdapat stempel lembaga.

"Itu (kewenangan untuk menandatangani) internal dari Pengadilan dan itu adalah sah menurut hukum," kata Warasman ketika menjadi ahli yang dihadirkan Polda Metro Jaya dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Aiman Witjaksono di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat.

Menurut dia, kewenangan untuk mengeluarkan penetapan surat penyitaan dari lembaga sehingga Ketua maupun Wakil Ketua (Waka) PN asalkan ada kop surat dan stempel lembaga maka sah.

Selain itu, Wasman mengatakan, semua barang yang telah disita oleh penyidik, maka tidak dapat dicabut oleh Pengadilan Negeri. Hal itu merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 1985 tentang penyitaan.

Baca juga: Polda Metro Jaya hadirkan ahli pidana untuk kasus praperadilan Aiman

Wasman menilai bahwa tindakan penyidik Polda Metro Jaya dalam menyita barang milik Aiman Witjaksono berupa telepon genggam, kartu SIM, akun media sosial dan email sah secara hukum.

"Yang jelas tidak menyalahi aturan dan tahapan jelas, diperoleh ada fakta yang mesti diungkap penyidik. Tentang pengertian penyitaan itu serangkaian tindakan penyidik, berarti itu kait-mengait atau saling berhubungan," ujarnya.

Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad mengatakan bahwa selain Ketua PN tidak diperkenankan untuk menandatangani atau mengeluarkan surat persetujuan penyitaan.

Suparji mengatakan, ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu "Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat".

Baca juga: Aiman hadirkan saksi ahli hukum pidana dan pers di PN Jaksel

Menurut dia, pasal tersebut telah jelas bahwa yang berwenang menandatangani hanya ketua pengadilan negeri, bukan wakil maupun pihak lainnya dan itu dalam rangka menjaga hak asasi serta pertanggungjawaban yang melekat.

Sehingga, kata Suparji, ketika ada surat persetujuan penyitaan yang ditandatangani oleh selain ketua, maka tidak sah atau tidak bisa dijadikan pegangan.

"Dalam KUHAP seperti itu adanya. KUHAP telah terang benderang hanya Ketua pengadilan setempat, kalau ditandatangani oleh wakil maka tidak bisa," tuturnya.

Aiman Witjaksono mengajukan permohonan praperadilan kepada PN Jakarta Selatan (Jaksel) terkait penyitaan telepon genggam, akun media sosial dan email oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya karena dinilai cacat hukum formil.
 

Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024