Jakarta (ANTARA) - Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah berujar bahwa hubungan pacaran termasuk hubungan yang berisiko bagi perempuan, terlebih bila hubungan tersebut termasuk yang tidak sehat atau toksik.

"Hubungan pacaran itu kadang-kadang merugikan perempuan, apalagi kalau relasinya itu tidak sehat," kata Alimatul Qibtiyah dalam diskusi daring bertajuk "Kekerasan dalam Pacaran" di Jakarta, Jumat.

Kekerasan dalam pacaran adalah kekerasan yang terjadi pada seseorang yang memiliki relasi personal atau kedekatan sebelum menikah.

Kekerasan dalam pacaran bisa berbentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi.

Menurut data Catatan Komnas Perempuan per 2023, jumlah kasus kekerasan dalam pacaran menempati urutan kedua terbesar setelah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Baca juga: Polisi diminta usut tuntas kekerasan yang menimpa lima ART di Jaktim

Baca juga: Direktorat baru Polri direkomendasi terdepan tangani kasus perempuan


Pada masa pandemi COVID-19, menurut dia, kekerasan terhadap perempuan jumlahnya tidak berkurang.

"Pada masa pandemi tidak menghindarkan kekerasan, cuma pindah bentuk (kekerasan), dari offline menjadi online. Ini fenomena yang sangat memprihatinkan," katanya.

Alimatul Qibtiyah mencontohkan pada 2023 terjadi kasus kekerasan dalam pacaran yang berujung pada pembunuhan korban atau femisida, yakni pelaku menganiaya kekasihnya hingga korban meninggal di Surabaya, Jawa Timur.

Dia pun meminta perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran agar berani melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang berwenang.

"Ketika perempuan itu mengalami kekerasan seksual, hingga terjadi kehamilan, maka berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), apapun relasinya, itu masuk kategori kekerasan seksual, sehingga (pelaku) bisa dilaporkan jika kabur," kata Alimatul Qibtiyah.

Baca juga: Komnas minta majikan rumah tangga tidak lakukan kekerasan pada PRT

Baca juga: Kasus KDRT ART di Jaktim, Komnas desak RUU PPRT segera disahkan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024