Phnom Penh (ANTARA) - Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet pada Kamis (22/2) meminta dukungan yang lebih besar dari komunitas internasional untuk mencapai target negara itu untuk bebas ranjau pada 2025.

Dalam sebuah pesan untuk memperingati Hari Sadar Ranjau Nasional pada 24 Februari, PM Kamboja tersebut mengatakan bahwa dukungan keuangan dan teknis yang berkelanjutan sangat penting bagi negara Asia Tenggara itu untuk merealisasikan impian bebas ranjau mereka.

"Kami meminta partisipasi yang lebih besar dari komunitas internasional untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya ranjau darat dan amunisi yang masih aktif (unexploded ordnance/UXO), pembunuh tersembunyi yang mengancam keamanan manusia bahkan setelah konflik bersenjata berakhir," ujar Hun Manet.

Untuk mencapai target bebas ranjau pada 2025, dia mengatakan negara kerajaan itu harus membersihkan tambahan lahan seluas 533 kilometer persegi yang terkontaminasi ranjau serta lahan seluas 1.321 kilometer persegi lainnya yang terkontaminasi oleh bom tandan (cluster munition) dan bahan peledak sisa perang (explosive remnants of war/ERW) lainnya.

Ly Thuch, Menteri Senior sekaligus Wakil Presiden Pertama Otoritas Aksi Ranjau dan Bantuan Korban Kamboja (Cambodian Mine Action and Victim Assistance Authority), mengatakan bahwa pembersihan ranjau darat dan ERW tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, tetapi juga akan berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

 
 Seorang penjinak ranjau mencari ranjau dan persenjataan yang belum meledak di ladang ranjau di provinsi Siem Reap, Kamboja, 16 Januari 2024. (Foto oleh Liao Hongqing/Xinhua)
   "Saat ini, sekitar 1 juta orang di negara kerajaan ini, terutama di daerah pedesaan, masih hidup dalam ketakutan dan bekerja di area-area yang diduga terkontaminasi ranjau darat, ERW, dan bom tandan," sebutnya kepada Xinhua

Kamboja merupakan salah satu negara yang paling parah terdampak ranjau darat dan ERW. Diperkirakan ada 4 hingga 6 juta ranjau darat dan persenjataan lainnya yang tersisa dari tiga dekade perang dan konflik internal yang berakhir pada 1998.

Menurut Hun Manet, dari 1992 hingga 2023, Kamboja telah membersihkan lahan seluas 3.024 kilometer persegi yang terkontaminasi ranjau darat dan ERW. Hal itu memberikan manfaat bagi sekitar 12 juta orang, atau 70,5 persen dari total populasi negara tersebut yang berjumlah 17 juta jiwa.

Dia mengatakan bahwa hampir 1,18 juta ranjau darat antipersonel, 26.339 ranjau antitank, dan 3,1 juta ERW ditemukan serta dihancurkan dalam 31 tahun terakhir.

Sang PM menambahkan bahwa jumlah korban ranjau darat dan ERW telah menurun dari 4.320 orang pada 1996 menjadi 32 orang pada 2023, berada di bawah angka 100 orang per tahun dalam 10 tahun terakhir, dan di bawah 50 orang per tahun dalam lima tahun terakhir.

Dari 1979 hingga Oktober 2023, ledakan ranjau darat serta ERW telah menewaskan 19.822 orang dan menyebabkan 45.212 orang lainnya terluka atau diamputasi di negara itu, menurut laporan pemerintah. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2024